tag:blogger.com,1999:blog-28302911646910066322024-03-13T09:20:08.786+07:00pesisiran kiduling pesisiran, angine sembribit agawe roso ayem lan tentrem. blarak klopo lan gegodongan liyo-liyane kang keno angin podo obah nyuworo kemrusuk, ngresep ing ati sak sopo wae kang nglaras suaraning alam pesisir. ombak gumebyur, pasir kang kabur angin, coyo srengenge semburat jinggo ing wayah sore, nyawiji ing endahing pesisiran kidul abebates cakrawala samudra..cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.comBlogger72125tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-79702519298235280522013-11-01T20:14:00.000+07:002013-11-01T20:14:28.092+07:00Asiknya Main Aeromodelling..<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-jIbqoB_03BY/UnOnkJ_B1qI/AAAAAAAAAkA/fA17-FsKpwQ/s1600/aeromodeling1a.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="http://1.bp.blogspot.com/-jIbqoB_03BY/UnOnkJ_B1qI/AAAAAAAAAkA/fA17-FsKpwQ/s400/aeromodeling1a.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">MINIATUR pesawat yang benar-benar bisa
diterbangkan dan dikendalikan menggunakan remote control membuat banyak orang
penasaran. Berawal dari rasa penasaran dan ingin mencoba itulah maka
aeromodelling mulai banyak digemari warga Kulonprogo, DIY, sebagai hobi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para pehobi di kabupaten yang
disebut-sebut sebagai calon lokasi pembangunan bandara internasional pengganti
Adisutjipto Yogyakarta itu telah membentuk komunitas yang diberi nama Kulonprogo
Aeromodelling Club (KPAC). Selain mewadahi para pehobi, komunitas ini sekaligus
menjadi wadah bagi yang menseriusinya menjadi atlet.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bila cuaca cerah, anggota komunitas ini
hampir setiap sore selalu melakukan latihan bersama menerbangkan pesawat-pesawat
mininya. Lokasi yang dipilih pun berpindah-pindah, seperti di lapangan maupun
di ruas jalan baru yang belum difungsikan. Atraksi manuver-manuver
aeromodelling yang mereka tampilkan selalu saja menarik perhatian warga
sekitar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Komunitas pecinta aeromodelling di
Kulonprogo ini terbentuk sejak lima tahun lalu, tepatnya 2008 silam. Berawal
dari satu-satunya atlet aeromodelling Kulonprogo saat itu, Rahmali (40), yang
mengenalkan pada masyarakat setelah dirinya mengikuti lomba tingkat nasional di
kawasan Bandara Adisutjipto Yogyakarta dan di Tasikmalaya, Jawa Barat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Waktu itu saya baru mengikuti kategori
freeflight. Tapi di aeromodelling kan juga ada yang elektrik menggunakan remot,
saya sering menerbangkan, banyak yang nonton. Penonton minat-minat kemudian punya
sendiri-sendiri menjadi hobi,” ungkapnya di sela-sela latihan bersama di
lapangan Kenteng, Demangrejo, Sentolo, Selasa (6/3).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka kemudian dikumpulkan dalam satu
wadah komunitas baik untuk yang hobi maupun keolahragaan. Hingga kini, anggota komunitas
yang berada di bawah Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Kulonprogo ini berjumlah
30 orang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di antara jumlah tersebut yang merupakan
atlit alias menseriusinya sebagai olahraga sebanyak 10 orang baik untuk
kategori freeflight maupun control line atau speed control. Anggota komunitas
ini berasal dari beragam kalangan, mulai dari pelajar, pengusaha, hingga polisi.
Bahkan ada juga anggota komunitas yang merupakan crew grup band kondang asal
Yogyakarta, Sheila On 7.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat latihan bersama, beragam atraksi maneuver
yang mereka tampilkan memang selalu menarik. Apalagi dengan beragam bentuk
pesawat aeromodelling yang bervariasi pula, seperti model wings dragon, cessna,
helicopter, hingga jet.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tujuan kita yang pertama ke olahraga
prestasi, walaupun di aeromodelling ini juga ada unsur iptek dan rekreasi.
Sehingga yang sekarang mereka hobi juga kita arahkan ke keatletan. Pada Porprov
DIY 2011 lalu kita dapat medali emas untuk kategori freeflight,” tutur Rahmali
yang juga Ketua FASI Kulonprogo serta Ketua KPAC.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam menjaring calon atlet, lanjutnya,
KPAC dan FASI Kulonprogo ke depan berencana mensosialisasikan aeromodelling ke
sekolah-sekolah. Diharapkan aeromodelling ini bisa masuk menjadi
ekstrakokurikuler di sekolah sehingga sekaligus menjadi sarana mencari bakat
keatletan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Salah satu anggota komunitas, Muhammad
Arifin Nur (15) yang juga pelajar SMA 1 Wates, mengaku tertarik bergabung
karena ingin belajar lebih banyak tentang aeromodelling. Apalagi dia berencana
melanjutkan studi di perguruan tinggi jurusan elektronika. “Rencananya kalau
bisa ingin ikut Porprov juga,” ungkapnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berbeda dengan Arifin, Wiji Baryono (44)
mengaku tertarik untuk bergabung sejak 2010 karena merasa penasaran dengan
aeromodelling. Meski hobi ini dibilang mahal, namun menurunya tidak sepenuhnya
benar. Sebab, setelah memahami seluk-beluknya maka bisa membuat bodi pesawat
aeromodelling sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk mencoba hobi ini bisa dimulai
dengan membeli pesawat aeromodelling yang sederhana dulu. Cukup dengan merogoh
kocek sekitar Rp 1,5 juta, pesawat mini sudah ditangan dan bisa mulai belajar
menerbangkannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mudah-mudahan anggota semakin banyak
dan lebih terkoordinasi. Selain hobi kalau bisa juga menjurus ke olahraga
prestasi,” pungkas Wiji.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>-cahpesisiran, utk suara merdeka-</i></span><span style="font-size: small;"><o:p></o:p></span></div>
cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-68207102522376724162013-07-18T17:48:00.001+07:002013-07-18T18:39:43.616+07:00Pasar Tiban Ramadan Kampung Kauman (2013)<b> Lebih Dari 30 Tahun Tetap Eksis</b><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-UzHxZPqM6V4/UefGazrMJ9I/AAAAAAAAAjc/OhcwUoIcjAE/s1600/17gsabanan2.diy-H87.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://3.bp.blogspot.com/-UzHxZPqM6V4/UefGazrMJ9I/AAAAAAAAAjc/OhcwUoIcjAE/s320/17gsabanan2.diy-H87.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">BILA dibanding pasar ramadan Kampung Kauman di Kota Yogyakarta, Pasar Tiban Ramadan Kampung Kauman di Kecamatan Nanggulan, Kulonprogo, mungkin masih kalah tenar. Namun pasar sore Ramadan ini juga sudah eksis sejak lebih dari 30 tahun lalu dan bertahan hingga kini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Pasar yang hanya ada setiap sore di bulan Ramadan ini berada di sisi salah satu simpang empat Jalan Nanggulan-Wates di Dusun Kauman, Desa Jatisrono, Kecamatan Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta. Letaknya hanya beberapa meter saja di sebelah barat Kantor Kecamatan Nanggulan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Suasana selalu ramai setiap sore. Puluhan bahkan ratusan orang silihberganti datang dan pergi sejak pukul 15.30 sampai menjelang waktu berbuka puasa. Beragam menu berbuka pun tersedia, dijajakan oleh puluhan warga yang berderet di tepi jalan menuju Masjid Jami’ Kauman.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Masjid yang berdiri di tanah kasultanan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini diperkirakan dibangun pada tahun 1790-an pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II. Keberadaan masjid berusia tua dan pasar Ramadan di kampung Kauman ini sekarang seolah telah menjadi bagian yang saling melangkapi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Pasar tiban setiap bulan puasa ini sudah ada sejak saya masih kecil, umur lima tahunan. Tapi awalnya baru satu dua pedagang, mulai ramai sejak 10 tahun lalu. Ini ada di tepi jalan menuju masjid yang merupakan masjid Keraton, jadi ada daya tariknya tersendiri,” ungkap salah satu warga Dusun Kauman, Azhari (45), Selasa (16/7).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Selain warga sekitar, pedagang yang berjualan di pasar Ramadan ini ada pula yang berasal dari wilayah kecamatan tetangga seperti dari Kecamatan Girimulyo. Pasar Ramadan ini mampu menggerakkan perekonomian warga, setiap tahun jumlah pedagang semakin bertambah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Tentu ini menggerakkan ekonomi masyarakat, pedagang yang baru-baru banyak. Dari tahun ke tahun makin ramai,” imbuhnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Semakin sore pasar ini semakin ramai, warga berbondong-bondong silih berganti datang untuk membeli menu berbuka. Dari orang tua hingga remaja dan anak-anak tampak berbaur di pasar Ramadan Kampung Kauman ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Aneka makanan dan minuman untuk berbuka bisa dengan mudah didapat di sini. Dari minuman es buah, dawet, kolak, hingga aneka makanan seperti bakmi dan pecel ada di pasar sore ini. Aneka lauk seperti rendang, ikan, maupun sate pun ada.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Atau bila sekedar ingin membeli menu ringan untuk berbuka, aneka gorengan tersedia pula. Ada lagi menu berbuka yang khas di daerah ini, yaitu gebleg dan binggel yang terbuat dari ketela dengan lauk besengek tempe.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Tiap sore saya ke sini beli menu berbuka. Biasanya beli bakmi sama geblek, ini makanan sehari hari yang khas di sini,” kata Eni Kurniawati (23) warga Wijimulyo, Nanggulan, yang rumahnya berjarak 2 km dari pasar Ramadan Kauman ini. (Panuju Triangga utk Suara Merdeka)</span></div>
<br />cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-32997521400065131392013-07-18T17:38:00.000+07:002013-07-18T17:38:38.211+07:00Pasar Tiban Ramadan Kampung Kauman (2010)<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-family: inherit;">Ada Sejak 30 Tahun Lalu</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-CJ6GG2uGPSE/UefC-Gbzt9I/AAAAAAAAAjM/zfeBOdSeyxg/s1600/19h+pasarramadan+1+diy+-+ang.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; display: inline !important; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="240" src="http://3.bp.blogspot.com/-CJ6GG2uGPSE/UefC-Gbzt9I/AAAAAAAAAjM/zfeBOdSeyxg/s320/19h+pasarramadan+1+diy+-+ang.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">SORE hari suasana Ramadan di Kampung Kauman, Desa Jatisrono, Kecamatan Nanggulan, Kulon Progo, begitu kental. Terutama dengan adanya pasar tiban yang hanya terjadi di saat bulan Ramadan dan di sore hari saja. Puluhan orang berkumpul di sekitar salah satu simpang empat Jalan Nanggulan-Wates yang melewati kampung itu. Dikenal dengan simpang empat Kauman, hanya beberapa meter sebelah barat Kantor Kecamatan Nanggulan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Aneka menu makanan dan minuman untuk berbuka bisa dengan mudah didapat di pasar yang mulai ramai pukul 15.00 WIB itu. Dari minuman es buah, dawet, kolak, hingga aneka makanan seperti bakmi dan pecel ada di pasar itu. Tak ketinggalan, lauk seperti rendang, ikan, maupun sate pun ada. Atau sekedar ingin membeli menu ringan untuk berbuka, aneka gorengan tersedia pula. Ada lagi satu menu berbuka yang khas di daerah itu, yakni binggel dan geblek yang terbuat dari ketela.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Sudah tradisi, berbuka kalau belum bakmi sama binggel masih kurang. Belinya ya di pasar Ramadan Kauman ini,” ungkap Ariyadi (50), salah seorang warga sekitar sembari membeli binggel, Senin (16/8) sore.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Dari cerita warga, pasar Ramadan di Kampung Kauman itu telah ada sejak sekitar 30 tahun lalu. Awalnya hanya tiga warga saja yang menjajakan menu berbuka puasa di tempat itu. Namun lambat laun, dari tahun ke tahun, jumlah warga yang menjajakan aneka menu makanan dan minuman semakin bertambah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Sejak saya kecil sudah ada. Setiap bulan puasa saya bantu ibu berjualan di sini,” kata Juminah (33) salah satu pedagang yang juga warga sekitar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Setiap sore di bulan Ramadan, para penjual yang kebanyakan merupakan warga sekitar, sudah mulai menata barang dagangannya pukul 14.30 WIB. Semakin sore pasar itu semakin ramai, selain penjualnya telah lengkap, warga pun berbondong-bondong silih berganti datang untuk membeli menu berbuka. Dari orang tua hingga remaja dan anak-anak tampak berbaur di pasar Ramadan Kampung Kauman itu. Pasar itu mulai sepi pukul 17.00 menjelang waktu berbuka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Lokasi pasar Ramadan itu juga istimewa, karena terletak di pinggir jalan menuju ke Masjid Jami’ Kauman. Sebagian warga menyebut, masjid itu merupakan masjid Kasultanan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan dibangun di atas tanah milik Kraton. Di sekitar masjid itu juga berdiri sebuah pondok pesantren bernama Al Miftah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Hampir setiap tahun Sultan datang ke sini. Setiap acara tasyakuran pondok pesantren malam tanggal 19 Sya’ban atau sepuluh hari sebelum bulan puasa. Tapi kalau Sya’ban kemarin Sultan tidak hardir,” ungkap Juminah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">Ya, meski telah ada sejak 30 tahun lalu, pasar itu mungkin memang belum begitu banyak dikenal masyarakat di luar Kulon Progo. Bahkan, mungkin sebagian warga Kulon Progo pun juga belum mengetahui keberadaan pasar yang memberi nuansa khas di bulan Ramadan ini. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit;">“Yang datang ke sini, selain warga sekitar sini ada juga dari kecamata tetangga. Tapi kalau yang dari luar daerah khusus datang ke sini sepertinya jarang,” imbuh Sarikem (55) warga lainnya yang juga berjualan menu berbuka. (Panuju Triangga utk Suara Merdeka)</span></div>
<div>
<br /></div>
cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-19257997652438969142013-03-06T18:15:00.000+07:002013-03-06T18:18:14.267+07:00Komunitas Fotografi Geblek Kulonprogo<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-QFHntdkiVpU/UTckP8Gkl4I/AAAAAAAAAiE/ZCw3uMyCpJM/s1600/9ahobi1.diy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" height="266" src="http://3.bp.blogspot.com/-QFHntdkiVpU/UTckP8Gkl4I/AAAAAAAAAiE/ZCw3uMyCpJM/s400/9ahobi1.diy.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b>Sharing Pengetahuan dan Angkat Potensi Daerah</b></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">FOTO merupakan salah satu sarana untuk mengabadikan sesuatu yang ada di
sekitar sehingga terdokumentasi. Fotografi kemudian berkembang pula menjadi
sarana ekspresi seni yang banyak diminati kalangan anak muda sebagai hobi.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bagi pecinta fotografi di Kabupaten Kulonprogo, kesamaan hobi pada
kegiatan yang menghasilkan gambar dengan sarana kamera tersebut menjadi perekat
terbentuknya komunitas. Mereka menamakan diri sebagai Geblek (Gerombolan
Bermain Lensa dan Kamera) Kulonprogo yang terbuka bagi siapa saja untuk
bergabung.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selain sebagai sarana saling berbagi ilmu fotografi, komunitas ini juga
dibentuk untuk memperkenalkan potensi-potensi daerah. Mulai dari landscape atau
pemandagan alam, seni budaya, pariwisata, upacara-upacara adat, makanan
tradisional, kerajinan, hingga sisi human interest warga Kulonprogo.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nama Geblek Kulonprogo sendiri diambil dari nama makanan gebleg yang
merupakan makanan tradisional khas Kulonprogo. Pemilihan nama tersebut untuk
menunjukkan ciri khas daerah asal komunitas dirintis.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Awalnya cuma dari kesamaan kesenangan fotografi. Saya dan mas Didit
(Aloysius Rahadian Ajisoko) ketemu di angkirngan ngobrol-ngobrol, kemudian
muncul ide membentuk komunitas dengan mengajak teman-teman yang suka
fotografi,” ungkap Ketua Geblek Kulonprogo, Cahaya Putra Gumilang kepada Suara
Merdeka, Rabu (9/1).</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sejak terbentuknya komunitas setahun lalu, tepatnya 11 Januari 2012,
kegiatan hunting foto bersama sering dilakukan. Setidaknya ada sekitar 20 orang
yang selalu aktif ikut berburu foto, baik foto-foto landscape keindahan
Kulonprogo hingga berbagai event seni budaya yang ada.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selain hunting foto, setiap bulan juga ada pertemuan santai saling
sharing pengetahuan fotografi. Agar komunikasi lebih mudah, kemudian dibentuk pula
grup komunitas di jejaring sosial Facebook dengan nama yang sama “Geblek Kulon
Progo”. Hingga saat ini anggotanya di Facebook sebanyak 256 orang.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Keanggotaannya terbuka, semua bisa bergabung. Hanya tujuan awal kita
memang untuk mengumpulkan orang-orang Kulonprogo yang hobi fotografi untuk
berbagi ilmu fotografi, saling sharing pengetahuan,” katanya.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menurut Gugum, sapaan akrab Cahaya Gumilang, anggota komunitas ini
mayoritas anak muda baik SMA maupun mahasiswa. Namun ada juga yang sudah
bekerja, bahkan ada pula anggota yang sedang berdomisili di luar negeri seperti
di Amerika Serikat, Canada, Perancis, dan Australia.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dalam memperkenalkan berbagai potensi daerah ke luar, Geblek Kulonprogo
menjalin kerjasama dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga
(Disbudparpora) setempat. Keberadaan komunitas ini mendapat apresiasi positif
dari Disbudparpora.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Setiap ada event, komunitas selalu diberi tahu dan diajak mengikuti,
sehingga kami bisa hunting foto di situ. Banyak juga yang kemudian mengupload
foto-fotonya ke group di Facebook, sehingga menjadi sarana mengenalkan dan
mempromosikan Kulonprogo,” ungkap warga Gunung Gempal, Giripeni, Wates ini.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Fotografi sebagai sarana untuk memperkenalkan daerah, menurut Gugum,
sangat efektif. Melalui dunia maya, karya fotografi yang menunjukkan keindahan
maupun berbagai potensi daerah bisa dengan mudah tersebar ke luar. Terlebih,
dengan internet penyebaran informasi tidak lagi tersekat ruang dan waktu.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ke depan kami juga ingin mengadakan pameran-pameran fotografi di luar
Kulonprogo, seperti di Jogja atau dimana, sehingga efektif untuk mengenalkan
daerah,” pungkasnya.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sejauh ini upaya mengenalkan daerah melalui fotografi oleh komunitas
Geblek Kulonprogo cukup efektif. Menurut Aloysius Rahadian Ajisoko (Didit),
dibentuknya komunitas ini salah satunya bertujuan untuk mengumpulkan
orang-orang Kulonprogo yang hobi fotografi untuk mengekspose potensi-potensi
daerah.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Melalui foto-foto yang kita capture kita bisa memperkenalkan potensi-potensi
daerah ke luar Kulonprogo, bahkan seluruh dunia melalui jejaring sosial. Biar
diketahui bahwa di Yogyakarta juga ada Kulonprogo yang menarik,” kata Didit
yang juga inisiator terbentuknya komunitas.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah komunitas mengunggah foto-foto hasil jepretan beberapa event
seni budaya ke internet, lanjutnya, ternyata kemudian banyak fotografer dari
luar komunitas seperti dari Sleman dan Jogja yang berminat untuk datang. “Saya
juga tidak mengira akan sebanyak itu, seperti saat Festival Reog dan Jathilan
di Waduk Sermo serta Festival Kesenian Tradisional di Bonoharjo beberapa waktu
lalu,” katanya.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selain dari segi seni budaya, alam di Kulonprogo juga sangat menarik
untuk objek-objek foto. Terlebih dengan keberadaan Pegunungan Menoreh yang
masih alami dan belum banyak bangunan yang mengganggu view.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Seperti
di Samigaluh, masih virgin. Dan ternyata juga sangat-sangat menarik bagi
komunitas lain. Seperti komunitas Gudang Digital dari Sleman yang juga mengaku
tertarik hunting foto di Kulonprogo karena masih alami,” pungkasnya.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">-<i>cahpesisiran, utk suara merdeka</i>-</span></span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif; line-height: 18px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif; line-height: 115%;">foto: dokumentasi Geblek Kulonprogo</span></div>
cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-2217302331769491352011-12-28T21:25:00.004+07:002011-12-28T21:33:47.559+07:00Warga Larung Uborampe ke Laut<a href="http://2.bp.blogspot.com/-QLg1RGbWUfo/TvsntEAkd4I/AAAAAAAAAh4/P02cSYyRIJU/s1600/karangsewu.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 267px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-QLg1RGbWUfo/TvsntEAkd4I/AAAAAAAAAh4/P02cSYyRIJU/s400/karangsewu.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5691186209236481922" /></a><div style="text-align: justify;"><span ><b>Wujud Rasa Syukur pada Tuhan</b></span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: verdana; ">LANGIT cerah membiru menaungi hiruk-pikuk warga Ring I Imorenggo, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo menggelar tradisi merti dusun. Kegiatan tradisi yang digelar warga pesisir dengan mengusung gunungan dan melarung ubarampe ke laut selatan itu berlangsung semarak.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Acara diawali dengan berkumpulnya warga sejak pagi pukul 08.00 di sekitar situs Pandan Segegek, Minggu (11/12). Di tempat itu, gunungan yang dibuat warga dari ketupat dan hasil bumi telah siap untuk diarak. Selain itu ada juga uborampe lainnya dalam jodhang berisi tumpeng, ingkung, dan jajan pasar.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Setelah mendapat persetujuan dari sesepuh masyarakat, kirab diberangkatkan menuju ke aula Transmigrasi Ring I Imorenggo yang berjarak sekitar 500 meter. Berada di barisan terdepan enam perempuan yang membawa keranjang bunga mawar, diikuti pembawa songsong (payung), pengusung gunungan, dan pengusung jodhang.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >“Merti dusun ini sebagai bentuk doa warga kepada Tuhan agar dijauhkan dari dampak-dampak alam dan perilaku manusia sehingga tercipta kesejahteraan. Kami juga ingin memupuk dan melestarikan budaya Jawa yang akhir-akhir ini tergeser budaya kebarat-baratan,” kata sesepuh warga, Sudarwanto (37).</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Sesampai di aula, rangkaian tradisi itu dilanjutkan dengan doa bersama. Dalam kesempatan itu sekaligus dilakukan penyerahan bantuan dana stimulant Rp 25 juta dari pemerintah pusat melalui Pemkab Kulonprogo kepada masyarakat Imorenggo untuk pengembangan Desa Wisata Agrobahari.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Prosesi dilanjutkan dengan mengusung gunungan dan uborampe menuju tepi pantai dengan iringan Gending Raja Swala, Pariwisata, dan Prau Layar yang dimainkan oleh kelompok kesenian warga. Ratusan warga Imorenggo beserta warga sekitar dan para pengunjung pun langsung menuju ke arah pantai untuk mengikuti proses melabuh atau melarung uborampe.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Sesepuh yang sekaligus juru kunci Pandan Segegek kemudian menghanyutkan uborampe berupa enam jenis jenang yang diwadahi besek (anyaman bambu) ke laut selatan. Warga dan pengunjung langsung bersiap memperebutkan gunungan yang sebagian mempercayai bila mendapatkan bagian dari gunungan itu akan membawa keberkahan.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Namun tidak seperti labuhan di tempat lainnya, ternyata gunungan diusung kembali ke aula dan baru diperebutkan di sana. Begitu sampai, sontak warga dan pengunjung berdesak-desakan berebut untuk bisa mendapat bagian dari gunungan.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >“Saya datang ke sini dan menunggu sejak jam 07.00 tadi, ingin dapat gunungan. Ini saya dapat kupat, terong, dan pare, untuk dimakan. Semoga mendapat rejeki,” kata Surati (50) warga Dusun XV, Karangsewu.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Menurut Sudarwanto, sesaji atau uborampe yang diarak dalam merti dusun itu hanya sebagai bentuk mengemas budaya Jawa sebagai seni. Sedangkan permohonan warga tetap ditujukan kepada Tuhan. Prosesi labuhan atau melarung uborampe ke laut dilakukan karena laut merupakan muara dari semuanya.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >“Sehingga semua apa yang menjadi kendala, kami simboliskan dibuang ke laut. Jenang yang dilarung enam macam, antara lain jenang burabari, jenang gecok, dan jenang poncowarno. Tadi gunungan tidak diperebutkan di laut karena untuk menjaga keamanan dan agar makanan tidak kotor,” imbuhnya.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Acara itu antara lain dihadiri oleh Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Riyadi Sunarto, Kabid Kebudayaan Disbudparpora Joko Mursito, dan Camat Galur Jazil Ambar Was’an. Acara merti dusun itu digelar sekaligus untuk memperingati Hari Bhakti Transmigrasi yang jatuh setiap 12 Desember.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >“Ring I ini telah berusia 7 tahun (dari program transmigrasi) dan berbagai program pemerintah telah dijalankan. Kita berharap transmigrasi bisa menjadi alternatif pemecahan masalah kemiskinan dan pengurangan pengangguran,” kata Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, dalam sambutan yang dibacakan Riyadi Sunarto.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Sementara Camat Galur Jazil Ambar Was’an mengatakan, digelarnya kegiatan tradisi merti dusun tersebut akan memberi manfaat sebagai ajang silaturahmi antar warga masyarakat dan dengan pemerintah daerah. Selain itu juga bisa mendukung pengembangan pariwisata di wilayah Kecamatan Galur. -<span ><i>cahpesisiran, utk suara merdeka</i></span>-</span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-81307900099628908862011-12-28T21:10:00.003+07:002011-12-28T21:19:28.168+07:00Isi Liburan Sekolah dengan Cari Pasir<a href="http://1.bp.blogspot.com/-zwhvZ-fqGw4/TvskXv1l5MI/AAAAAAAAAhs/Z4rYRQjkCrk/s1600/caripasir.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 274px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-zwhvZ-fqGw4/TvskXv1l5MI/AAAAAAAAAhs/Z4rYRQjkCrk/s400/caripasir.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5691182544509592770" /></a><div style="text-align: justify;"><span >CUACA terik dengan udara yang panas tak membuat belasan anak di Dusun Karang, Desa Tuksono, Sentolo, Kulonprogo, enggan jalan kaki beramai-ramai menuju sungai yang berjarak beberapa ratus meter dari rumah mereka.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Pagi menjelang siang itu, Jumat (23/12), mereka sengaja pergi ke tepian Sungai Progo untuk membantu orangtua mereka mencari dan mengumpulkan pasir untuk dijual. Memang tidak setiap hari mereka bisa membantu orangtua mencari pasir, karena harus belajar di sekolah.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Maka waktu luang di masa liburan sekolah ini akhirnya mereka manfaatkan untuk membantu orang tua. Berangkat dari rumah, mereka telah menyiapkan enggrong atau alat untuk mengeruk pasir dari dasar sungai. Mereka berkumpul di rumah salah satunya dan kemudian baru berangkat bersama-sama.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Selama di perjalanan menuju sungai tak jarang gelak tawa mereka terpecah karena candaan diantara mereka, khas keceriaan anak-anak. Begitu sampai di tepian sungai mereka langsung berlari kecil diatas pasir yang terhampar.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Seolah tak sabar, mereka langsung masuk ke tepi sungai yang berair dangkal. Segera mereka mengeruk pasir dari dasar untuk dinaikkan dan ditumpuk di tepi sungai. Tak jauh dari situ, beberapa truk terparkir menunggu muatan terisi penuh oleh pasir.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Sejumlah orang dewasa juga tampak mengambil pasir dari dasar sungai yang lebih dalam, dan sebagian lagi memasukkan pasir yang telah tertumpuk ke dalam bak truk. Tak ingin kalah dengan para orangtua, anak-anak pun berusaha mengeruk pasir lebih cepat, sambil tetap bersenda gurau diantara mereka.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >“Kami ikut ke sungai untuk mengisi liburan sekolah. Cari pasir di Sungai Progo, membantu orangtua. Hasilnya untuk tambah biaya sekolah,” kata Niko Akbar Arfianto (10), siswa kelas V, SD Kalisono.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Niko yang bercita-cita menjadi tentara itu mengaku tidak takut hanyut saat mencari pasir di sungai. Sebab dia dan teman-temannya yang bersekolah di SD Kalisono dan SD Kalikutuk itu memilih tempat di tepi sungai yang airnya tidak dalam.</span></div><div style="text-align: justify;"><span ><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span >Meski hasil yang didapat hanya belasan ribu, tapi Niko dan teman-temannya mengaku senang bisa mencari pasir untuk membantu orangtua mereka. “Kalau tidak mencari pasir, kalau libur hanya main saja, main sepakbola. Ini membantu bapak mencari pasir,” imbuh Yahya Burhanudin Rifai (8), salah satu anak yang lain. -<span ><i>cahpesisiran, utk suara merdeka</i></span>-</span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><span id="fullpost"> </span>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-53173136813506505202011-09-16T20:27:00.004+07:002011-09-16T20:32:29.585+07:00Dua Elang Dilepas di Suaka Margasatwa Sermo<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-UDFj8vjG_DI/TnNPjo_dxpI/AAAAAAAAAhk/jBVf19r99M8/s1600/15ielang1b.diy-ang.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-UDFj8vjG_DI/TnNPjo_dxpI/AAAAAAAAAhk/jBVf19r99M8/s400/15ielang1b.diy-ang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5652949430997730962" border="0" /></a><span style="font-size:100%;"><b style="">Satu Gagal Karena Terlalu Muda</b></span><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">DUA Elang Alap Jambul yang merupakan satwa dilindungi dilepasliarkan ke kawasan suaka margasatwa Sermo, Kokap, Kulonprogo, pertengahan September ini. Namun satu diantaranya gagal dilepas karena masih terlalu muda.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Pelepasliaran dua elang bernama ilmiah <i style="">Accipter trivirgatus</i> itu dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta dibantu RCI (Raptor Club Indonesia) Yogyakarta, sebuah komunitas yang peduli dan bergerak dalam pelestarian satwa langka khususnya burung elang.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Kepala BKSDA Yogyakarta, Herry Subagiadi mengatakan, semua jenis Famili Accipitridae yang meliputi burung alap-alap dan elang, termasuk dalam satwa liar dilindungi sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Elang alap jambul yang dilepasliarkan tersebut merupakan hasil penyitaan BKSDA Yogyakarta dari Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTHY) pada 16 Februari silam. Satwa dilindungi itu didapat dari seorang pedagang bernama Wiryono warga Balecatur, Gamping, Sleman. Sebelum dilepasliarkan, kedua elang itu telah dipersiapkan, satu dititipkan ke RCI dan yang satu lagi dirawat oleh BKSDA Yogyakarta.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan analisis perilaku, kedua satwa tersebut telah siap untuk dilepasliarkan. Namun ketika dilepaskan, salah satunya ternyata belum mampu terbang jauh. Sehingga diputuskan ditunda untuk dilatih dulu agar nantinya bisa bertahan (survive) saat dilepas.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">“Yang satu masih relatif belum bisa beradaptasi dengan alam, ditahan dan dilatih dulu agar bias lebih survive. Kalau dipaksakan bias mati karena masih belum (mampu bertahan),” kata Herry Subagiadi.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Pemilihan Suaka Margasatwa Sermo, lanjutnya, terpilih sebagai lokasi pelepasliaran karena kawasan tersebut merupakan habitat elang alap jambul dengan populasi belalang dan burung kecil sebagai pakannya terpantau cukup melimpah. </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Kegiatan pelepasliaran itu sekaligus sebagai upaya meningkatkan populasi burung elang alap jambul di habitatnya dan memantapkan kawasan Suaka Margasatwa Sermo sebagai kawasan konservasi. Dimana salah satu fungsi kawasan konservasi yakni sebagai tempat hidup dan perkembangbiakan jenis yang diperlukan upaya pelestarian.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">“Ke depan rencananya kami juga akan melepasliarkan merak, rusa, dan landak, di kawasan Suaka Margasatwa Sermo ini. Setelah ini akan dilakukan kegiatan pemantauan secara rutin untuk melihat keberhasilan pelepasliaran,” ujarnya.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Kepala Bidang Falconary RCI Yogyakarta, Bobby Suhartanto mengatakan, salah satu elang alap jambul yang belum jadi dilepas itu akan dilatih dulu yang setidaknya memerlukan waktu tiga bulan. Usia elang itu memang masih muda yakni kurang dari enam bulan dan beberapa bulunya masih dalam proses pergantian.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">“Kalau kondisi fisiknya bagus dan sehat. Tapi memang masih muda, perlu kami latih dulu agar siap dilepas. Ini beda dengan satunya yang sebelum disita merupakan tangkapan dari hutan, sehingga proses adaptasinya lebih bagus,” imbuhnya.</span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; font-family: verdana; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="font-family: verdana; text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><span style="line-height: 115%;font-size:11pt;" >Berdasarkan data BKSDA Yogyakarta, Suaka Margasatwa Sermo hingga akhir 2010 terpantau sebagai habitat bagi lima jenis burung pemangsa yakni elang jawa (Spizaetus baltelsi), elang hitam (Ictinaetus malayensis), sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus), elang ular bido (Spilornis cheela), dan alap alap sapi (Falco moluccensis).-<span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">cahpesisiran, utk suara merdeka</span></span>-</span><br /><span style="line-height: 115%;font-size:11pt;" ></span></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-22255359574888888252011-09-16T20:08:00.005+07:002011-09-16T20:16:26.785+07:00Lahan Pasir Gersang Disulap Menghijau<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-77kThWh8M0k/TnNLeTYZTTI/AAAAAAAAAhc/hGaKErRKFjQ/s1600/9igerbang1b.diy-ang.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-77kThWh8M0k/TnNLeTYZTTI/AAAAAAAAAhc/hGaKErRKFjQ/s400/9igerbang1b.diy-ang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5652944941250858290" border="0" /></a><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >TIDAK begitu jauh dari debur ombak pantai selatan Kulonprogo, hamparan lahan pertanian membentang memanjang mengikuti garis pantai. Di lahan pasir berwarna kehitaman itu warga membudidayakan berbagai jenis tanaman. Hingga warna hijau pun terhampar kontras dengan lahan yang semula kering dan tidak produktif tersebut.</span></div><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pagi menjelang siang yang terik itu Tugiman (43) terlihat sedang mempersiapkan lahannya yang akan ditanami semangka dengan membuat sumur dan jaringan pipa untuk penyiraman. Tugiman merupakan satu dari ribuan petani di wilayah pesisir Kulonprogo yang memanfaatkan lahan pasir untuk bertani.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Semula, lahan pasir itu hanya berupa lahan kering dan gersang. Warga kemudian belajar memanfaatkan lahan tersebut dengan teknologi pengairan temuan mereka sendiri sejak sekitar tahun 1980-an. Upaya itu membuahkan hasil luar biasa, dari hamparan pasir gersang berubah menjadi lahan pertanian subur dan tumpuan pencaharian warga.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Kami bisa menanam berbagai jenis tanaman di sini, seperti cabai, semangka, melon, juga buah dan sayur-sayuran lain,” ujar Tugiman, petani di Dusun Cicikan, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulonprogo itu di sela kesibukannya saat di ladang pasir.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kepala Dusun Cicikan, Desa Bugel, Parji Mardi Utomo mengungkapkan, pertanian di lahan pesisir dengan sistem pengairan dirintis oleh warganya, Iman Rejo (73) bersama adiknya Pardiman (55), sekitar tahun 1980-an. Waktu itu belum ada warga yang memanfaatkan lahan pesisir untuk bercocok tanam. Kalau pun ada hanya beberapa yang ditanami ketela pohon, ketela rambat, dan kentang, dengan mengandalkan air hujan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Agar bisa ditanami dengan baik, Iman Rejo membuat sumur di lahan pasir miliknya. Tentu saja tidak mudah membuat sumur di lahan pasir yang mudah longsor ketika digali. Kondisi itu disiasati Iman dengan memasang bronjong (anyaman bambu berbentuk silinder) yang dilapisi plastik untuk menjaga diding sumur agar tidak longsor. Di lahannya itu, Iman kemudian menanam cabai dan ternyata bisa panen dengan hasil yang bagus.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Waktu itu petani lain sinis, banyak orang tidak percaya tanah gisik (pasir) kok ditanami cabai apa bisa. Ternyata Pak Iman membuktikan bisa, dan sekarang banyak petani yang menanam cabai di lahan pesisir,” ujar Mardi Utomo. <span style=""> </span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dari waktu ke waktu, lanjutnya, Iman terus mengembangkan sistem pengairan untuk lahan pesisir yang kemudian juga diterapkan petani-petani lain. Mulai dari sistem sumur renteng hingga instalasi atau jaringan pipa yang ditanam untuk mempermudah dan mengefisienkan penyiraman. “Bertani di lahan pasir ini sekarang menjadi penopang utama perekonomian mayoritas petani pesisir,” imbuhnya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kulonprogo, Bambang Tri Budi Harsono mengungkapkan, luas lahan pasir yang ada di Kulonprogo mencapai 2.938 hektar terdistribusi di empat kecamatan yakni Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur. Komoditas yang dikembangkan mayoritas hortikultura seperti semangka, melon, dan cabai.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Kontribusi hasi pertanian terutama hortikultur lahan pasir bagi Kulonprogo cukup besar. Contohnya untuk cabai, ada sekitar 900 hektar dengan produktivitas setiap hektarnya 12-15 ton per tahun. Juga ada komoditas lain seperti semangka dan melon yang hampir sama kontribusinya,” katanya.<br /><br />Menurut Bambang, dari total lahan pesisir 2.938 hektar, baru 60-70 persen yang dibudidayakan secara intensif, sehingga masih ada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Karena itu, pihaknya melakukan upaya pengembangan untuk mengoptimalkan agar lahan bisa 100 persen dimanfaatkan.</span> <span style="font-size:100%;"> </span> </p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Berbagai program kegiatan dari pemerintah ditempuh untuk mendukung upaya tersebut. Program-program itu berupa fasilitasi infrastruktur, bantuan bibit, serta pendampingan teknis dan manajemen untuk penguatan dan pemberdayaan kelompok-kelompok tani.<br /><br />"Seperti yang kemarin belum ada penanaman kami fasilitasi infrastruktur, jaringan irigasinya, sehingga ada peningkatan luas bertanamnya. Itu dilakukan secara bertahap. Air tanah sebenarnya tersedia, tinggal kita mengoptimalkan melalui sistem irigasi tanah dangkal, dengan sumur-sumur dan jaringan pipa,” imbuhnya.</span> </p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kepala Bidang Tanaman Pangan Dispertahut, M Aris Nugroho mengatakan, selain tanaman hortikultura, di sebagian lahan pesisir itu petani juga membudidayakan tanaman pangan berupa padi. Lahan yang biasa dimanfaatkan untuk pembudidayaan padi itu seluas sekitar 180 hektar di wilayah Desa Pleret dan Bugel, Kecamatan Panjatan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Pada awal musim penghujan sebagian kecil lahan ditanami padi oleh petani, sekitar 180 hektar. Jenis padi yang ditanam gogo, yang cocok untuk lahan kering,” ungkapnya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dja’far Siddieq mengatakan, pertanian di lahan pesisir perlu dipertahankan karena merupakan sesuatu yang langka di dunia. Bahkan, di negara-negara Asia yang memiliki wilayah pesisir, tidak banyak yang bisa mengembangkan lahan pantai untuk pertanian.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Masyarakat berhasil mengembangkan pertanian di sini dari lahan yang kritis dengan menggunakan teknologi kearifan lokal. Beberapa waktu lalu, persatuan irigasi sedunia juga mengagumi teknologi pengairan di lahan pesisir ini,” katanya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Terkait rencana penambangan pasir besi di wilayah pesisir Kulonprogo, menurutnya, bijih besi yang ada, selama ini menjadi pengikat partikel-partikel tanah. Bila bijih itu diambil, dirinya mengkhawatirkan partikel-partikel tanah menjadi berongga dan akan terjadi interusi air laut. Kondisi itu bisa mengakibatkan air tanah di lahan pertanian pantai tidak lagi netral atau tawar.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><span style="line-height: 115%;font-family:verdana;font-size:11pt;" >“Padahal lahan seperti ini di dunia jarang adanya. Seperti adanya air yang netral (tidak asin) meski berada dekat laut. Sehingga ketika airnya digunakan untuk menyiram, tanaman bisa tumbuh dengan baik,” kata Dja’far Siddieq yang juga ketua laboratorium pengelolaan tanah Fakultas Pertanian UGM.-<span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">cahpesisiran, utk suara merdeka</span></span>-</span></span><br /><span style="line-height: 115%;font-family:";font-size:11pt;" ></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-32328355214159570872011-09-16T19:58:00.005+07:002011-09-16T20:08:08.743+07:00Iman Rejo Merintis Pertanian di Lahan Pasir<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-7tBdSbHkmF0/TnNJXOa_vmI/AAAAAAAAAhU/Dzb5JJVzIo0/s1600/9igerbang2b.diy-ang.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-7tBdSbHkmF0/TnNJXOa_vmI/AAAAAAAAAhU/Dzb5JJVzIo0/s400/9igerbang2b.diy-ang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5652942620637249122" border="0" /></a><span style=";font-family:verdana;font-size:100%;" >HANYA beberapa puluh meter dari bibir pantai, seorang kakek tampak sedang menyiram berbagai tanaman yang ditanamnya di petak lahan pasir. Terlihat mudah, dia hanya memegang dan mengarahkan selang yang dari ujungnya menyembur air.</span></div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Lelaki bernama Iman Rejo (73) itulah yang merintis pertanian di lahan pesisir Kulonprogo dengan sistem pengairan. Ayah dua anak dan kakek dua cucu yang masih enerjik itu pulalah yang telah mengembangkan teknologi sistem pengairan, sehingga proses penyiraman tanaman di lahan pesisir menjadi efisien dan lebih mudah.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Meski dengan teknologi sederhana, sistem pengairan yang dia kembangkan telah diterapkan para petani lain hingga mampu mengubah lahan pesisir yang semula gersang menjadi subur. Iman Rejo mengaku mulai merekayasa lahan pasir agar bisa digunakan bercocok tanam sejak tahun 1982 dengan menanam cabai.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Awalnya saya hanya membuang sampah bekas bumbu ke tanah pasir dekat rumah. Ternyata ada biji cabai yang tumbuh. Sehingga saya berkesimpulan cabai bisa ditanam di lahan pesisir asalkan ada air. Kemudian saya coba menanam dengan saya buat sumur di lahan pasir,” ungkap warga Dusun Cicikan, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulonprogo itu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Menurutnya, memulai sesuatu yang berbeda dari kebiasaan masyarakat memang sulit. Saat itu, belum ada warga lainnya yang menanam cabai di lahan pasir karena dianggap sebagai perbuatan yang sia-sia. Namun dengan keyakinan yang teguh, Iman Rejo terus berupaya pantang menyerah. Usahanya pun tak sia-sia, apa yang banyak diragukan petani lainnya berhasil dia tepis.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Dulu banyak dipaido (tidak dipercaya) waktu saya membuat sumur. Tapi dengan cita-cita tinggi akhirnya Tuhan mengabulkan, tanaman cabai saya bisa panen dengan baik.,” kenangnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sekitar tahun 1990, Iman Rejo mengembangkan lagi dengan menanam semangka, melon, dan tumpang sari kacang tanah, kacang panjang, jagung, bawang merah, dan kedelai. Selain itu, dia juga menanam padi varietas IR 36, IR 64, dan ketan. Upayanya ini kembali berhasil meski pada awalnya juga sempat mendapat tanggapan sinis dari warga lainnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Waktu itu masih dikucilkan lagi (mendapat tanggapan sinis, red), apa tanaman-tanaman itu bisa hidup. Ternyata bisa, bahkan hasinya diukur ubinan untuk padi IR 36 bisa mencapai 7,5 ton/hektar (ha), IR 64 bisa 6,5 ton/ha, dan ketan 5,5 ton/ha,” tuturnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Iman Rejo menuturkan, sistem pengairan yang dia kembangkan, pada mulanya hanya dengan membuat sumur memakai bronjong (anyaman bambu berbentuk silinder) agar dinding sumur tidak longsor. Untuk mengangkat air dan menyiramkan ke tanaman masih dilakukan secara manual dengan timba senggot dan gembor.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kemudian untuk memudahkan penyiraman agar menghemat tenaga dan lebih efisien, tahun 1986 dia membuat bak-bak penampungan yang bagian bawahnya saling dihubungkan dengan pipa. Dengan begitu, air dari sumur yang diangkat dengan pompa air cukup diisikan ke bak terdekat dan bak-bak lainnya akan ikut terisi. Sehingga ketika menyiramkan air ke tanaman tinggal mengambil dari bak-bak terdekat. Sistem ini kemudian dikenal para petani dengan sebutan sumur renteng.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Sistem sumur renteng ini kembali dikembangkan agar lebih efisien. Jika semula untuk menyiramkan air ke tanaman dari bak-bak penampungan masih menggunakan gembor, maka disempurnakan tinggal menggunakan selang saja. Bak-bak yang saling dihubungkan itu dirombak dan tinggal dibuat jaringan pipa yang ditanam di bawah permukaan lahan pasir.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pada jarak tertentu, pipa itu diberi saluran-saluran yang menyembul ke permukaan lahan. Saat penyiraman, air yang dinaikkan dari sumur dengan pompa air dimasukkan ke ujung pipa terdekat. Kemudian dari ujung-ujung lain yang menyembul, disambungkan selang untuk menyiramkan air ke tanaman. Sistem yang biasa disebut “instalasi” ini mulai diterapkan para petani sekitar tahun 2004 setelah banyak yang menggunakan pompa air dan menggunakan sumur bor.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Pengembangan sistem pengairan di lahan pasir tersebut tidak lepas dari kreativitas dan pemikiran Iman Rejo. Karena prestasinya itu, lelaki lulusan Sekolah Rakyat (SR) tahun 1953 itu mendapat beberapa penghargaan. Diantaranya penghargaan atas pengembangan teknologi tepat guna dan penghijauan pantai dari pemerintah pusat, serta penghargaan lingkungan hidup juara I dari Pemerintah Provinsi DIY. Bahkan, berkat keberhasilannya itu Iman Rejo juga pernah kedatangan tamu dosen dari Jepang untuk studi banding ke lahan pasir yang dia kembangkan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Petani harus kreatif. Apa yang diinginkan harus diupayakan agar melampaui dari yang tidak berhasil menjadi berhasil, bagaimana caranya,” katanya saat ditanya apa yang memotivasi dirinya hingga mampu mengembangkan teknologi tepat guna meski hanya melalui proses belajar otodidak.</span><span style="font-size:100%;"><span style="line-height: 115%;font-family:verdana;font-size:11pt;" ><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"><span style="line-height: 115%;font-family:verdana;font-size:11pt;" >Pemikiran kreatif Iman Rejo ternyata tidak berhenti sampai di situ. Sejak setahun lalu dia juga mengembangkan sistem penyiraman yang sekaligus pemupukan. Caranya, pupuk dilarutkan dalam air pada bak yang kemudian disambungkan ke jaringan pipa penyiraman melalui pompa air. “Ini untuk menghemat tenaga, sudah ada beberapa petani yang juga menerapkannya,” tandasnya.-<span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">cahpesisiran, utk suara merdeka</span></span>-<br /></span></span></p>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-49070047622989158522011-07-03T19:47:00.007+07:002011-07-03T20:20:25.185+07:00Elang Jawa Diselamatkan dari Perdagangan Gelap<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-4nOrTF8bGok/ThBnYRqOyDI/AAAAAAAAAhM/WGbr1lGj37U/s1600/1gelang1.diy-ang.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-4nOrTF8bGok/ThBnYRqOyDI/AAAAAAAAAhM/WGbr1lGj37U/s400/1gelang1.diy-ang.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5625109601340803122" border="0" /></a><span style="font-family: verdana;font-family:arial;font-size:100%;" lang="SV" ><span style="text-decoration: underline;">E</span>LANG sering kali menjadi simbol kekuatan dan ketangguhan. Namun ketika harus berhadapan dengan keserakahan manusia, burung gagah berani itu terkadang harus takluk tak berdaya.<br /><br />Seperti yang saya lihat belum lama ini, salah satu elang jawa yang terampas kemerdekaannya dan harus terjerat dalam lingkaran pasar gelap.</span><span style="font-family: verdana;font-family:arial;font-size:100%;" > </span></div><p style="text-align: justify; font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Beruntung elang itu berhasil terselamatkan dan diserahkan ke Jogja Orangutan Center (JOC) di Kulonprogo oleh warga Bantul. Burung bernama ilmiah <i>Nisaetus bartelsi</i> itu kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel uji serologi untuk menentukan langkah konservasi yang akan dilakukan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Elang jawa itu diserahkan ke JOC sepekan lalu oleh seorang pecinta satwa, Khusnun Irawan (22), warga Jalan Wonosari, Bintaran Wetan, Piyungan, Bantul. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta itu mengaku mendapatkan elang jawa tersebut dari perdagangan gelap di internet dengan harga sekitar Rp 1.500.000.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >“Awalnya saya tidak tahu kalau itu satwa langka. Setelah saya cari informasi, populasi satwa itu tinggal sedikit bahkan kurang dari 400 ekor. Sehari kemudian, elang itu saya serahkan ke JOC karena mengetahui bahwa binatang itu langka, saya ingin ikut melestarikan saja,” katanya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Khusnun menturkan, elang itu diantarkan ke rumahnya oleh pembeli setelah sepakat dengan harganya melalui penawaran di internet. Menurutnya, saat itu kondisi elang tersebut terlalu jinak dan ada beberapa helai bulu ekornya yang hilang.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >“Saya iklas menyerahkan elang itu ke JOC untuk ikut melestarikan. Kalaupun saya pelihara juga berat di ongkos, jadi saya serahkan ke lembaga konservasi,” ujarnya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Dokter hewan JOC, drh Dian Trisno Wikanti mengatakan, pemeriksaan medis awal tersebut diperlukan untuk menentukan langkah penanganan yang akan dilakukan apakah akan direhabilitasi untuk dilepasliarkan kembali atau dilakukan langkah lainnya. Pemeriksaan awal berupa pemeriksaan fisik meliputi kondisi badan, pernafasan, jenis kelamin, kondisi sayap, ekor, cakar, serta mata.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >“Selain itu juga kami ambil sampel darahnya untuk sampel uji serologi, akan dicek di laboratorium apakah terinveksi virus AI (avian influenza atau flu burung) dan penyakit ND (tetelo) atau tidak,” katanya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Menurut drh Dian, berdasarkan pemeriksaan fisik, elang jawa tersebut layak untuk dilakukan rehabilitasi agar kemudian bisa dilepasliarkan kembali. Elang berjenis kelamin jantan itu secara fisik kondisinya sedang dan tidak terlalu kurus serta nafsu makan dan pergerakannya bagus. Namun elang yang berusia sekitar dua tahun itu saat ini masih terlalu jinak dan bulu-bulu sayap serta ekornya agak rusak.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >“Kalau uji serologi baru bisa diketahui hasilnya sekitar 1-2 minggu lagi. Jika ternyata terinveksi AI maka tidak bisa dilepasliarkan,” ujarnya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Dian mengatakan, saat ini elang jawa tersebut masih dipelihara di kandang karantina. Jika nantinya secara fisik dan uji serologi lolos maka akan dipindahkan ke kandang konservasi. Elang itu akan dikondisikan agar perilakunya kembali normal dan siap dilepaskan kembali ke habitat alamiahnya. </span><span style="font-size:100%;">“Antara lain bisa dilepas di Merapi dan Merbabu,” imbuhnya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"> </p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Saat ini di JOC terdapat empat ekor elang dengan jenis berbeda yang sedang dilakukan konservasi, yakni elang hitam, elang ikan kepala kelabu, elang brontok, dan elang jawa.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family:verdana;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" >Kepala Bagian Pengembangan Program JOC yang juga mantan direktur suaka elang Gunung Salak, Jawa Barat, Gunawan mengatakan, saat ini populasi elang jawa memang tinggal sedikit. Hal itu dikarenakan burung tersebut hanya bertelur sekali dalam dua tahun. Setiap kali bertelur hanya satu hingga dua butir dan rata-rata yang menetas hanya satu telur.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p face="arial" style="text-align: justify; font-family: verdana;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV;font-size:100%;" lang="SV" > </span></p><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="mso-ansi-language:SV" lang="SV"><span style="font-family: verdana;font-family:arial;font-size:100%;" >“Residu pestisida di alam juga menjadi penyebabkan penurunan populasi. Berdasarkan penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), populasi elang jawa di alam tinggal sekitar 500 pasang. Habitat elang jawa yang diidentikkan dengan lambang negara, burung garuda, itu di pegunungan yang masih mempunyai 75 % hutan alami,” imbuhnya. <span style="font-style: italic;">-cahpesisiran, utk suara merdeka-</span></span><br /></span></p>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-34430333269470030682011-06-08T19:05:00.010+07:002011-07-03T20:13:04.418+07:00Teh Pegagan dari Kaki Menoreh<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-Bu2Vwu8G5Y0/TfCuSdBO6oI/AAAAAAAAAhE/22eBk5fUrig/s1600/pegagan%2Bmenoreh.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 400px; height: 283px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-Bu2Vwu8G5Y0/TfCuSdBO6oI/AAAAAAAAAhE/22eBk5fUrig/s400/pegagan%2Bmenoreh.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5616180367381686914" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;"><span style="font-style: italic;"><br />Tanaman Liar Jadi Minuman Berkhasiat</span></span><xml><w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"><w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"><w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"><w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"><w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"><w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"><w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"><w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"><w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"><w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"><w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"><w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"><w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"><w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"><w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"><w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"><w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"><w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"><w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"><w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"><w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"><w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <div style="text-align: justify;"> <!----><xml> <w:worddocument><w:view></w:view><w:trackmoves><w:trackformatting><w:punctuationkerning><w:validateagainstschemas><w:donotpromoteqf><w:compatibility><w:breakwrappedtables><w:snaptogridincell><w:wraptextwithpunct><w:useasianbreakrules><w:dontgrowautofit><w:splitpgbreakandparamark><w:dontvertaligncellwithsp><w:dontbreakconstrainedforcedtables><w:dontvertalignintxbx><w:word11kerningpairs><w:browserlevel></w:browserlevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val=""> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!----><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:lsdexception> </w:lsdexception><!--[endif]--><!----> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <!--[endif]--> </w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:latentstyles></xml></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac></m:brkbinsub></m:brkbin></m:mathfont></m:mathpr></w:word11kerningpairs></w:dontvertalignintxbx></w:dontbreakconstrainedforcedtables></w:dontvertaligncellwithsp></w:splitpgbreakandparamark></w:dontgrowautofit></w:useasianbreakrules></w:wraptextwithpunct></w:snaptogridincell></w:breakwrappedtables></w:compatibility></w:donotpromoteqf></w:validateagainstschemas></w:punctuationkerning></w:trackformatting></w:trackmoves></w:worddocument></xml><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">MENCICIPI segelas teh hangat di rumah Odo Sumarto (67) yang ada di kaki Pegunungan Menoreh, Kulonprogo, DIY, terasa menyegarkan. Sekilas rasanya tidak berbeda dengan rasa teh pada umumnya. Tapi ternyata minuman itu dibuat dari tanaman pegagan dan campuran tanaman-tanaman herbal lainnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Teh berkhasiat itu menjadi minuman kesehatan karena memiliki kandungan kimia alami yang bermanfaat bagi tubuh.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Ayah dari dua orang anak itu sedang menggoreng sangrai pegagan kering di dapurnya saat saya datang. Pegagan disangrai dalam kuali gerabah yang diletakkan di atas tungku arang. Dengan cekatan, Odo Sumarto mengaduk-aduk pegagan agar kering merata hingga warnanya menjadi kecoklatan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Agar hasilnya bagus, arangnya hanya dibuat membara tidak sampai menyala api. Kualinya dari tanah dan pengaduknya dari bahan kayu agar alami,” ungkap warga Dusun Turusan, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo itu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Odo Sumarto mulai memproduksi teh pegagan sejak empat tahun lalu dengan bendera Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Rejo. Kemasan tehnya pun dibuat menarik dengan bungkus kertas bertuliskan Teh Antana.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Saat ini, dalam sebulan produksinya mencapai 5.000 bungkus yang selalu terjual habis bahkan terkadang tidak cukup untuk memenuhi permintaan. Pemasarannya antara lain telah mencapai Solo, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera, dan Kalimantan. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Teh ini dibuat dari tumbuh-tumbuhan liar yang multiguna, banyak khasiatnya. Yang sudah konsumsi banyak yang cocok, seperti untuk penyakit gula, asma, ambeien, darah tinggi, meningkatkan daya ingat, serta pencegah liver dan kanker,” ujarnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Bahan baku pegagan kebanyakan didapat dari Purworejo, sedangkan teh hijau dari wilayah Kecamatan Samigaluh. Bahan-bahan lainnya didapat dari daerah sekitar, seperti akar alang-alang, benalu, dan bunga melati.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Komposisi dari bahan-bahan itu dalam ramuan tehnya yakni 70 persen pegagan, 10 persen teh hijau, 10 persen akar alang-alang, dan 10 persen sisanya untuk bahan-bahan lain (benalu, jeruk nipis, dan bunga melati).</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Proses pembuatannya dimulai dengan mengeringkan bahan-bahan dengan penjemuran dibawah sinar matahari selama sekitar tiga hari. Setelah kering, masing-masing bahan itu dicacah dan disangrai dengan arang sekitar 10-15 menit. Barulah kemudian masing-masing bahan dicampur dengan komposisi tertentu dan siap dikemas.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Kakek empat cucu itu mengaku tidak mengalami kesulitan dengan bahan baku. Dia bisa mendapatkan pegagan basah dengan harga Rp 2.500/kg, pegagan kering Rp 20 ribu/kg, sedangkan benalu kering Rp 25 ribu/kg.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Harga jual produk Rp 25.000 setiap pak, berisi 10 bungkus. Kami mengambil keuntungan Rp 2 juta dari kapasitas produksi per bulan. Dalam proses produksinya melibatkan warga,” ungkapnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Awal mula Odo memproduksi teh pegagan itu lantara dia sering dikirim magang oleh Dinas Pertanian setempat ke industri pembuatan obat. Selain itu dia juga sering membaca buku-buku tentang tanaman herbal dan mendapati adanya khasiat yang baik dari tanaman pegagan sebagai nutrisi otak.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Dari situ saya terpikir bagaimana agar bisa dikonsumsi setiap hari. Sehingga saya buat berbentuk teh. Semula saya coba membuatnya dengan dikukus, tapi ternyata banyak nutrisi yang hilang dan khasiat kurang, kemudian saya buat dengan disangrai,” jelasnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Odo mengungkapkan, keluarganya sendiri sudah membuktikan khasiat teh pegagan tersebut. Seperti kakak dan istrinya yang pernah mengalami bengkak pada kaki karena asam urat, ternyata bisa sembuh setelah rutin meminum teh pegagan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">“Ada juga warga Minggir, Sleman yang harus operasi karena ambeien. Setelah mengkonsumsi teh pegagan dua bulan ternyata sembuh,” ungkapnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify; font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;">Untuk pengembangan, Odo berncana membudidayakan tanaman pegagan sendiri agar harga bahan bakunya tidak dipermainkan pasar. Dia mengaku memiliki lahan seluas 4 ribu meter persegi yang disiapkan untuk rencana itu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:100%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><span style="line-height: 115%;font-family:verdana;font-size:11pt;" ><span style="font-size:100%;">“Untuk itu rencananya kami akan mengajukan penguatan modal dari pemerintah daerah. Kalu bantuan yang selama ini sudah diberikan untuk pengajuan ijin yang sekarang sudah lengkap,” imbuhnya.</span> </span></span><span style="font-style: italic;font-family:verdana;font-size:85%;" >-cahpesisiran, utk suara merdeka-</span><br /></div></div></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:lsdexception></w:latentstyles></xml>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-86181372447545936092011-03-01T20:47:00.004+07:002011-03-01T20:54:47.964+07:00Merti Bendung Kayangan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-wMrbc2LMj1g/TWz52KnCCaI/AAAAAAAAAgw/L4A0tNz43hQ/s1600/kayangan.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-wMrbc2LMj1g/TWz52KnCCaI/AAAAAAAAAgw/L4A0tNz43hQ/s400/kayangan.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5579108747361520034" border="0" /></a><span style="font-family: arial; font-weight: bold;">Mengenang Jasa Mbah Bei</span><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">KEINDAHAN alur sungai berbatu khas pegunungan dan sebuah tebing tinggi menjulang menjadi latar belakang elok perhelatan upacara adat warga Desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulonprogo, DI Yogyakarta. Tradisi Saparan di Bendung Kayangan yang telah menjadi tradisi tahunan turun-temurun ini kembali digelar, Rabu (2/1).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Upacara ini dilaksanakan untuk mengenang dan menghargai jasa Mbah Bei Kayangan yang oleh warga setempat dianggap sebagai cikal bakal Dusun Kayangan. Tokoh ini pula yang telah membangun bendungan yang saat ini dikenal sebagai Bendung Kayangan.<br /><br />Tradisi merti Bendung Kayangan yang disebut juga dengan Tradisi Kembul Sewu Dulur Saparan Rebo Pungkasan Bendung Kayangan ini digelar setiap tahun. Dengan waktu pelaksanaan pada hari Rabu terakhir (pungkasan) di bulan Sapar.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Acara merti bendungan ini dilaksanakan dengan setidaknya melibatkan 12 dusun di sekitarnya. Diantaranya Dusun Gunturan, Njetis, Ngrancah, Kepek, Turusan, Tileng, Banaran, Kalingiwo, dan Krikil. Saat pelaksanaan, warga berduyun-duyun datang ke lokasi bendungan dengan mengusung tenong (wadah dari bambu) berisi aneka makanan yang akan digunakan untuk kenduri dan makan bersama.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Setelah warga berkumpul dan berbagai makanan tradisional yang dibawa masyarakat sudah tertata rapi di pinggir bendungan kemudian digelar kenduri Saparan. Makanan itu dibagikan pada seluruh pengunjung setelah dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh pemuka agama setempat. Di samping menunjukkan kebersamaan, Kembul Sewu Dulur (makan bersama seribu saudara) juga sebagai simbol ungkapan rasa syukur warga kepada Tuhan yang telah memberikan kemakmuran.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Ini sebagai ungkapan syukur warga kepada Tuhan, dengan adanya bendungan ini sangat bermanfaat untuk pertanian dan kehidupan masyarakat Kayangan dan sekitarnya,” kata pemangku adat, Mulyono.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Prosesi dilanjutkan dengan penampilan kesenian jatilan atau kuda lumping. Ada tradisi yang unik, sesudah berpentas babak pertama mereka memandikan kuda-kuda lumpingnya ke sungai atau biasa disebut ngguyang jaran. Ritual memandikan kuda lumping ini menggambarkan aktivitas Mbah Bei Kayangan yang berpofesi sebagai pawang kuda Prabu Brawijaya. Selain itu, ritual juga diyakini akan mendatangkan pelarisan bagi kelompok kuda lumping. Usai memandikan kuda-kuda lumping tersebut mereka berpentas lagi.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Selain ngguyang kuda lumping juga alat peraga kesenian lain, seperti topeng. Ini juga sebagai simbol membersihkan diri dengan air. Karena air memiliki makna sebagai tirta marta atau sumber kehidupan,” jelas Mulyono.</span><span style="font-family:arial;"><br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Mengenai Mbah Bei Kayangan, Mulyono menuturkan, konon merupakan seorang abdi dalem atau pengikut Prabu Brawijaya yang lari bersama dua pengikutnya, Kyai Diro dan Kyai Somaitra. Mereka melarikan diri dari Majapahit sampai ke wilayah yang sekarang masuk Desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulonprogo. Di tempat itu Mbah Bei membuka lahan sebagai pemukiman, area persawahan, dan ladang. Selain itu juga membangun bendungan secara manual yang akhirnya membawa manfaat besar bagi kesuburan tanah di sekitarnya.</span><span style="font-family:arial;"><br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Bendungan ini menampung air dari Sungai Ngiwa dan Sungai Gunturan yang berhulu di Gua Kiskendo dan daerah Purworejo. Nama Bendungan Kayangan sendiri muncul karena salah satu sisi hulunya berupa dinding tegak lurus pada bukit atau Gunung Kayangan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Salah seorang warga, Mutrijati (40) mengaku senang dengan diselenggarakannya tradisi Saparan tersebut. Menurutnya upacara adat ini bisa menjadi sarana mempererat kebersamaan antar warga dan melestarikan kebudayaan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora) Kulonprogo, Sarjana, yang menghadiri acara itu menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat yang masih melestarikan kebudayaan. “Upacara adat ini menunjukkan masyarakat yang guyub rukun. Dengan kebudayaan, semakin merekatkan kebersamaan antar warga masyarakat,” katanya. -<span style="font-style: italic;font-size:85%;" >cahpesisiran utk suara merdeka</span>-</span><br /></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-29121396089776244592011-03-01T20:33:00.004+07:002011-03-01T20:46:12.270+07:00Nglaras Anggunging Kutut<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-u5pVi25vDiQ/TWz3-pShDaI/AAAAAAAAAgo/uO26Vz8vHdg/s1600/kutut.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-u5pVi25vDiQ/TWz3-pShDaI/AAAAAAAAAgo/uO26Vz8vHdg/s400/kutut.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5579106694012669346" border="0" /></a><span style="font-family: arial;">BAGI sebagian masyarakat Jawa, burung perkutut mempunyai makna tersendiri. Konon burung ini bisa membawa hoki dan ketenteraman hidup pemiliknya. Terlepas dari itu, suara khas dari burung anggungan yang bernama latin Gleopelia striata ini memang mampu memikat para pecinta burung.</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:arial;"><br /></span><span style="font-family:arial;">Dengan banyaknya penggemar perkutut, maka tidak jarang ajang untuk melombakan kualitas suara burung ini pun digelar. Untuk menghasilkan perkutut dengan suara yang bagus, para pehobi maupun penangkar perkutut harus berupaya menghasilkan perkutut yang berkualitas.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Seperti di Kulonprogo, upaya untuk terus meningkatkan kualitas perkutut pun dilakukan para penangkar dan pehobi. Ketua Koordinator Daerah Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (Korda P3SI) Kulonporog, Drs Mur Widadi mengatakan, upaya penangkar di Kulonprogo untuk meningkatkan kualitas perkutut selalu dinamis.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">“Harus mengikuti perkembangan perkututan, seperti suara yang lagi tren bagaimana. Ini tantangan mem-breeding untuk menghasilkan perkutut yang lebih dari standar,” kata Mur Widadi di sela lomba perkutut piala Bupati Kulonprogo, belum lama ini.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Menurutnya kualitas suara perkutut antara lain dilihat dari irama dan dasar suaranya, baik di awal atau angkatan suara, di tengah, maupun di ujungnya. Dulu kebanyakan suara perkutut hanya empat ketukan saja atau biasa disebut engkel.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Namun sekarang tren berkembang hingga ada yang enam ketukan, ketek dobel enam ketukan, dan dobel plus atau tujuh hingga delapan ketukan. Bahkan ada yang sampai tripel ketukan atau sembilan ketukan.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">“Di Kulonprogo ada 14 pehobi yang mem-breeding atau menangkarkan kutut. Kami selalu mengusahakan kualitas kutut di sini juga meningkat, upayanya antara lain dengan mencari indukan dan bapakan yang bagus. Sudah ada juga yang bisa menghasilkan kutut dobel plus,” ungkapnya.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Salah satu penangkar perkutut di Kulonprogo, Kadiri mengungkapkan, tidak ada kendala signifikan dalam menangkarkan untuk menghasilkan perkutut yang berkualitas. Kendala yang dihadapi hanyalah cuaca kurang bagus. Jika cuaca buruk maka menghambat penetasan telur. Kendala yang lainnya berupa penyakit, terutama cacingan, namun bisa diatasi dengan pemberian obat.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">“Kalau mencari indukan gampang-gampang susah. Tapi kalau sudah ada persepsi yang sama dengan penangkar yang lain, itu tidak masalah,” ujarnya.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Mur Widadi menambahkan, selain meningkatkan kualitas burung perkutut dengan penangkaran, upaya memajukan dunia perkututan di Kulonprogo juga ditempuh dengan menggelar lomba. Dalam setahun setidaknya digelar sekali perlombaan. Seperti lomba perkutut Piala Bupati Kulonprogo yang diadakan Minggu (13/2) lalu di lapangan Kecamatan Pengasih.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">“Ini rutin digelar setiap tahun, untuk kemajuan kutut di Kulonprogo. Juga mewujudkan kekompakan kung mania baik pehobi, penangkar, perajin sangkar, dan penjual pakan burung perkutut,” katanya.<br /><br /></span><span style="font-family:arial;">Lomba itu diikuti 70 peserta. Selain dari Kulonprogo dan lingkup DIY, juga diikuti peserta dari Jawa Tengah seperti Kebumen, Cilacap, Magelang, dan Solo. “Ada juga yang dari Jawa Timur seperti dari Pacitan. Yang dari Bandung juga ada,” imbuhnya. -<span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">cahpesisiran utk suara merdeka</span></span>-<br /></span></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-44479665320066444182011-03-01T20:13:00.004+07:002011-03-01T20:21:42.126+07:00Petani Gelar Tradisi Wiwit Panen Padi<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-a2HlFOuuB5c/TWzxqjmiInI/AAAAAAAAAgg/-RWEq76pgGA/s1600/wiwit.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-a2HlFOuuB5c/TWzxqjmiInI/AAAAAAAAAgg/-RWEq76pgGA/s400/wiwit.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5579099751818863218" border="0" /></a><span style="font-family:arial;">TRADISI wiwit untuk memulai panen padi saat ini sudah mulai jarang dilakukan oleh petani. Namun para petani di Desa Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo masih memelihara tradisi itu dengan menggelar wiwit bersama, Kamis (10/1).</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /><span style="font-family:arial;">Para petani berduyun-duyun datang ke sawah dan berkumpul di gubug tani yang menjadi tempat digelarnya wiwit bersama. Mereka datang dengan membawa aneka makanan, beberapa diantaranya berupa ingkung dan nasi tumpeng. Para petani di Dusun Dobangsan itu sedikit mengubah tradisi wiwit dari yang sudah dilakukan turun-temurun.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Dulu dan sekarang ada bedanya. Kalau dulu petani membuat ingkung dan tumpeng dan dibawa ke sawahnya malam hari waktu sawah sepi, agar tidak dicuri orang. Kalau sekarang kita gelar bersama di siang hari, sekaligus bersedekah makanan bersama,” kata Untung Suharjo, sekretaris kelompok tani setempat.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Wiwit bersama itu digelar satu kali setahun setiap akan dimulai panen pada masa tanam pertama. Penyelenggaraan wiwit secara bersama sudah dilakukan selama empat tahun ini. Dengan diselenggarakan bersama, tradisi itu sekaligus mejadi ajang silaturahmi para petani termasuk dengan perwakilan pemerintah yang turut diundang. Suasana kebersamaan yang tercipta pun begitu kental.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Dalam acara itu sekaligus dilakukan dzikir untuk mensyukuri hasil panen dan doa bersama agar panen yang akan datang lebih baik. “Berdoa bersama agar hasil panen bermanfaat dan panen berikutnya hasilnya lebih baik lagi,” katanya.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Di lahan sawah seluas sekitar 41 hektar itu para petani kebanyakan menanam padi varietas Ciherang. Tapi ada juga padi varietas lainnya seperti Inpari 1 dan 2 serta Situgangga. Untung mengungkapkan, panen kali ini hasilnya lebih bagus dari panen sebelumnya. Walaupun pada awal masa tanam beberapa hama penyakit menyerang namun para petani berhasil mengatasinya. Beberapa hama itu diantaranya hama putih palsu, penggerek batang, dan hama kresek.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Dari pengukuran ubinan, hasil panen kali ini rata-rata mencapai 11,3 ton per hektar. Sedangkan tahun lalu hanya 10,4 ton per hektar,” ungkapnya.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Salah satu petani, Ngatijo mengaku senang dengan digelarnya wiwit secara bersama karena mereka bisa berkumpul dan mempererat kebersamaan. Dia pun setiap tahun selalu ikut dalam penyelenggaraan wiwit bersama sekaligus sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan dan berdoa agar panen bisa melimpah.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Alhamdulillah panen kali ini bisa bagus, lebih baik dari sebelumnya. Padahal dari kecil sudah ada hama tapi hasilnya bisa baik,” imbuhnya. -<span style="font-style: italic;font-size:85%;" >cahpesisiran utk suara merdeka</span>-</span><br /></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-64548023607364630022011-03-01T19:30:00.005+07:002011-03-01T20:08:59.543+07:00Warga Kalibuka Gelar Upacara Adat Saparan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-LkD0VU0_BqQ/TWzvXEX89GI/AAAAAAAAAgY/vcuUAf8pwHQ/s1600/001_kalibuka.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-LkD0VU0_BqQ/TWzvXEX89GI/AAAAAAAAAgY/vcuUAf8pwHQ/s400/001_kalibuka.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5579097217995437154" border="0" /></a><span style="font-family: arial; font-weight: bold;font-size:100%;" >Para Lelaki Memasak Kambing</span><br /><br /><div style="text-align: justify; font-family: arial;"><div style="text-align: left;"><span style="font-size:100%;">DIANTARA rimbunnya pepohonan, warga Dusun Kalibuka, Desa Kalireja, Kecamatan Kokap, Kulonprogo menggelar upacara adat Saparan Kalibuka. Mereka berduyun-duyun mengusung tenong atau wadah dari bambu yang berisikan aneka makanan, menuju petilasan Sunan Kalijaga yang ada di Kampung Sebatur, Selasa (2/1).</span><br /></div><span style="font-size:100%;"><br />Sementara sebagian warga yang lain menyembelih kambing berbulu putih dengan bulu hitam melingkar di badannya seperti sabuk (biasa disebut wedhus kendhit dalam bahasa Jawa). Kambing diambil kulit dan dagingnya untuk dimasak menjadi sate oleh para lelaki dusun di Sebatur. Sudah menjadi adat, saat memasak tidak boleh dicicipi. Sedangkan kepala kambing ditanam di Sebatur dan empat kakinya ditanam di empat penjurunya.<br /><br />Setelah kambing selesai dimasak dan warga telah berkumpul di Sebatur, pemuka agama atau pemangku adat kemudian memimpin doa bersama. Memanjatkan doa agar Tuhan memberi keselamatan bagi seluruh penduduk Dusun Kalibuka. Kemudian dilanjutkan dengan kenduri, tenong-tenong yang berisi makanan dibuka dan seluruh yang hadir melakukan makan bersama. Termasuk menyantap daging kambing yang telah dimasak kaum laki–laki tadi.<br /><br />“Saparan ini sudah kami laksanakan turun-temurun, untuk meminta pada Tuhan semoga seluruh masyarakat wilujeng toto titi tentrem lahir batin. Setelah ini semoga warga panjang umur, banyak rejeki, tambah iman, dan mendapat berkah kewilujengan,” kata pemangku adat, Sutrisno Wiyanto.<br /><br />Sutrisno mengisahkan, sejarah upacara Saparan Kalibuka bermula dari kisah perjalanan Sunan Kalijaga ketika melakukan siar agama ke arah selatan. Saat itu beliau berhenti di tempat yang datar dan rata untuk berbuka puasa. Ketika itu Sunan Kalijaga berkata sesuatu yang kemudian menjadi nama Dusun Kalibuka.<br /><br />"Sesuk nek ana rejaning jaman, tak jenengake desa Walibuka (besok jika ada kesejahteraan zaman, tempat ini saya sebut desa Walibuka),” kata Sutrisno mengutip perkataan Sunan Kalijaga. Dari kata Walibuka itulah kemudian menjadi nama Dusun Kalibuka.<br /><br />Ketika berbuka, Sunan Kalijaga dan rombongannya makan nasi putih dengan lauk sate lengkap dengan bumbunya. Di tempat itu, nasi yang tercecer tumbuh menjadi pohon besar dan bumbu sate yang terbuat dari asem tercecer menjadi pohon asam. Sedangkan tusuk sate (sujen) tumbuh menjadi rumpun bambu yang masih ada hingga kini dan oleh warga Sebatur disebut sebagai Pring Gedhe. Tempat berbuka puasa inilah yang sekarang dipakai sebagai tempat menyelenggarakan upacara adat Saparan Kalibuka.<br /><br />Upacara adat Saparan Kalibuka diselenggarakan pada Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon pada bulan Sapar. Upacara ini biasanya diadakan bersamaan dengan tradisi bersih desa atau merti dusun yang diawali dengan membersihkan tempat upacara dan jalan menuju ke Sebatur. Biasanya rumpun bambu pring gedhe dibersihkan dan pagar bambu diganti dengan yang baru. Sedangkan pada malam harinya diadakan tahlilan dan tirakatan di Sebatur.<br /><br />Kasi Adat dan Kesenian Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kulonprogo, Drs Yuwono Hindriatmoko, yang hadir dalam acara itu mengatakan mendukung kegiatan adat tersebut. Menurutnya upacara adat Saparan Kalibuka bisa menjadi pemersatu masyarakat sekaligus untuk melestarikan kebudayaan.<br /><br />“Kami berharap ke depan upacara adat Saparan Kalibuka ini bisa lebih maju dan menjadi pendukung pariwisata. Karena lokasinya juga dekat dengan obyek wisata Waduk Sermo, ini menjadi potensi untuk bisa menarik wisatawan,” imbuhnya. -<span style="font-style: italic;font-size:85%;" >cahpesisiran, utk harian suara merdeka</span>-<br /></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-36587914672157820162011-01-26T19:11:00.005+07:002011-01-26T19:47:29.797+07:00Menengok Kebun Buah Naga Pantai Glagah<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: left;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TUATOiSsDdI/AAAAAAAAAf8/A2PWJqMAQR8/s1600/buah%2Bnaga.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TUATOiSsDdI/AAAAAAAAAf8/A2PWJqMAQR8/s400/buah%2Bnaga.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5566470279874219474" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" ><span style="font-family:verdana;">Mendekati Imlek Permintaan Buah Naga Melonjak</span></span><br /></div><span style="font-size:100%;"><br /><br /><span style="font-family:verdana;">SEMILIR angin menerobos di sela tanaman buah naga yang tumbuh merambat pada ting-tiang yang berjajar rapi. Sepoi yang terasa begitu menyegarkan itu berpadu dengan suara debur ombak, menemani sejumlah pekerja menerobos diantara tanaman buah naga untuk memetik buahnya.<br /></span><span style="font-family:verdana;"><br />Mendekati perayaan tahun baru imlek, para pekerja di kebun buah naga Kusumo Wanadri yang ada di Pantai Glagah, Kulonprogo, DI Yogyakarta itu memang lebih sibuk dari biasanya.</span><br /><span style="font-family:verdana;"><br />Tentu saja, karena permintaan terhadap buah naga meningkat tajam, bahkan bisa mencapai empat kali lipat.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">Peningkatan permintaan sudah terjadi sejak awal Januari lalu. Pengiriman pun dilakukan tiga hari sekali sebanyak 1,5 ton – 2 ton untuk setiap pengiriman. Permintaan berasal dari jaringan supermarket yang ada di Jakarta, Bandung, maupun Yogyakarta.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">“Peningkatannya sangat drastis sekali. Kalau hari biasa dalam seminggu hanya mengirim 500 kg – 1 ton, sekarang ini seminggu full permintaan. Dalam kurun sejak awal Januari ini pengiriman sudah sekitar 12 ton,” ungkap Edi Purwanto Manager kebun buah naga Kusumo Wanadri, Rabu (26/1).</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">Meski permintaan melonjak, tapi harga yang dipatok tetap sama dan tidak dinaikkan. Harganya berkisar antara Rp 25.000 – Rp 33.000 per kg tergantung dari jenis. Menurut Edi, setiap mendekati imlek permintaan terhadap buah cantik berwarna merah tersebut memang selalu melonjak. Bahkan pernah juga sampai kuwalahan dan tidak mampu memenuhinya.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">“Pernah juga tidak bisa memenuhi karena permintaan lebih besar dari produksi kami. Sehingga pengembangan sangat mungkin dilakukan,” katanya.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">Saat ini lahan kebun buah naga Kusumo Wanadri yang juga dijadikan sebagai kebun agrowisata itu seluas 3,5 hektar (ha). Setiap hektar terdapat 1.500 tiang tanaman. Untuk pengembangan produksi, dilakukan kerjasama dengan petani binaan yang antara lain ada di Turi (Sleman), Sukoharjo, dan Banjarnegara. Sementara di luar Jawa juga dikembangkan di Aceh, Lombok, dan direncanakan di Papua.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">“Untuk pengembangan produksi ini kami juga memproduksi bibit. Saat ini kami konsentrasikan untuk pengembangan di Papua yang bulan ini ada permintaan bibit untuk 10 hektar lahan,” jelasnya. Buah naga yang ada di kebun Kusomo Wanadri sendiri ada tujuh jenis, terdiri dari enam jenis yang berwarna merah dan satu jenis berwarna putih.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">Salah satu karyawan di kebun Kusumo Wanadri, Basar, menambahkan, buah naga bisa mulai berbuah usia 6-9 bulan setelah penanaman bibit. Dalam satu tahun bisa berbuah terus menerus selama delapan bulan, yakni dari September hingga Mei. Dalam kurun produktif itu setiap tiang (5-6 batang tanaman) mampu menghasilkan 150 – 200 kg buah.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">“Panen rayanya, saat buahnya paling banyak di bulan Desember sampai Januari, tapi bisa terus berbuah selama delapan bulan,” ungkapnya.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">Agrobisnis buah naga yang dinilai prospektif membuat bisnis ini banyak dilirik pelaku usaha. Seperti Niko Sutrisna yang berniat mengembangkan kebun buah naga seluas 2,5 hektar di Jakarta. Semula dia bergerak pada perkebunan kayu jati dengan bendera PT Kindai Maru. Melihat karakteristik tanaman buah naga yang hampir sama dengan jati, yakni mudah hidup di lahan kritis, dia pun tertarik mengembangkan.</span><br /><br /><span style="font-family:verdana;">“Saya tertarik karena tanaman buah naga tahan banting bisa dibudidaya di lahan kritis, nilai ekonomis tinggi, dan pasar masih terbuka. Selain itu juga lebih cepat dari jati, dari kalkulasi setahun bisa balik modal,” ujarnya di sela menerima pelatihan di kebun Kusumo Wanadri. <span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">-cahpesisiran, utk suara merdeka-</span></span></span><br /></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-37508538766815409922011-01-26T18:39:00.006+07:002011-01-26T19:03:53.159+07:00Warga Menoreh Usung Hasil Bumi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TUAMghXapTI/AAAAAAAAAf0/JUydcTw4Iog/s1600/suran.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TUAMghXapTI/AAAAAAAAAf0/JUydcTw4Iog/s400/suran.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5566462892281865522" border="0" /></a><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold; font-family: verdana;">Gelar Bersih Dusun Saparan</span><br /><br /></span><div style="text-align: justify; font-family: verdana;"><span style="font-size:100%;"><br />Langit sedikit mendung menambah eksotisme Dusun Sokomoyo di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo yang berada di Pegunungan Menoreh, Kulonprogo. Masyarakat berduyun-duyun berkumpul ke dalem pedukuhan (balai dusun) dengan mengenakan pakaian adat Jawa dan mengusung jolen (tandu) berisikan aneka hasil bumi.<br /><br />Nuansa tradisi dan kebersamaan antar warga terlihat begitu kental. Mereka menggelar upacara adat yang telah turun-temurun dilakukan yakni Bersih Dusun Saparan, Minggu (23/1). Acara diawali dengan berkumpulnya warga dari 13 rukun tetangga (RT) di balai dusun.<br /><br />Masing-masing RT mengusung jolen berisi hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan, dan palawija. Selain itu juga hasil olahannya baik berupa nasi tumpeng, golong, ingkung, jenang, jajan pasar, dan makanan tradisional lainnya.<br /><br />Setelah berkumpul iring-iringan bergodo (pasukan) dari seluruh RT itu kemudian dilepas pemangku adat untuk melakukan kirab. Menempuh jarak sekitar dua kilometer melewati tempat-tempat keramat dan berakhir di pendopo joglo peninggalan sesepuh desa yang bernama Jogo Setiko.<br /><br />“Dengan bersih dusun ini warga memohon pada Tuhan agar dilindungi dan mendapat ridho agar tenteram dan aman. Apa yang diharapkan warga bisa tercapai. Ini dilaksanakan setiap tahun di bulan Sapar, biasanya mengambil hari Minggu Legi pada kalender Jawa,” kata pemangku adat, Lebuh Prayitno, yang juga ketua desa binaan budaya Jatimulyo.<br /><br />Menurut Prayitno, tradisi bersih dusun itu bermula sejak tahun 1911 saat wilayah desa itu terkena pagebluk atau malapetaka adanya wabah penyakit yang menyebabkan banyak kematian. Sehingga sesepuh atau lurah desa waktu itu yakni Jogo Setiko melakukan permohonan pada Tuhan dengan mengarak hasil bumi.<br /><br />“Setelah itu tidak terjadi pagebluk lagi, masyarakat menjadi tenteram. Tradisi itu kemudian diteruskan sampai sekarang,” ungkap Prayitno yang juga Kabag Pembangunan Desa Jatimulyo.<br /><br />Setelah arak-arakan bregodo sampai di halaman pendopo joglo, kemudian dilakukan doa bersama yang diikuti seluruh warga. Jolen-jolen yang berisi hasil bumi dan aneka olahannya kemudian dibuka dan seluruh warga masyarakat melakukan makan bersama atau kembul bujana.<br /><br />Dalam arak-arakan itu juga ditampilkan berbagai kesenian yang berkembang dan masih dilestarikan masyarakat Sokomoyo. Seperti jatilan, ndolalak, reog sureng, sholawatan, dan rebana. Sedangkan pada malam harinya digelar pertunjukan wayang kulit dengan dalang warga setempat.<br /><br />Camat Girimulyo, Sumiran, yang menghadiri acara itu mengatakan, mendukung kegiatan seni budaya yang diselenggarakan oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti itu bisa mendukung upaya pelestarian seni budaya dan tradisi yang dimiliki masyarakat. Selain itu, dengan pengemasan yang baik juga menjadi pendukung pengembangan pariwisata.<br /><br />“Desa Jatimulyo termasuk desa budaya yang bahkan mewakili Kulonprogo maju ke tingkat provinsi DIY. Arah ke depan, seni budaya yang berkembang di sini bisa menjadi pendukung obyek wisata Goa Kiskendo yang juga ada desa ini,” tandasnya. <span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">-cahpesisiran ~utk suara merdeka-</span></span><br /></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-8325157799528952842010-12-06T15:05:00.005+07:002010-12-06T15:16:22.697+07:00Pantai Ayah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TPyaCrg-RZI/AAAAAAAAAfQ/x8XwUdmVjpA/s1600/logending.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 234px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TPyaCrg-RZI/AAAAAAAAAfQ/x8XwUdmVjpA/s400/logending.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5547478211845047698" /></a><br /><p align="center"><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">- suatu sore di Pantai Ayah aka Pantai Logending (Gombong, Kebumen, Jateng) -</span></span><br /></p><br /><span id="fullpost"> </span>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-58912094943894722682010-10-05T16:17:00.005+07:002010-10-05T16:35:40.920+07:00Masjid Kedondong<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: left;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TKrtymgv65I/AAAAAAAAAe4/IINCkhmYkHs/s1600/30hmasjid.diy-ang.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TKrtymgv65I/AAAAAAAAAe4/IINCkhmYkHs/s320/30hmasjid.diy-ang.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5524489346510482322" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><span style="font-weight: bold;">Peninggalan Sunan Kalijaga</span></span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><br /></span><span style="font-family:verdana;">Di bulan Ramadan, setiap malam Masjid Kedondong selalu dipenuhi jamaah yang menunaikan shalat tarawih. Jamaan tidak hanya memenuhi bangunan utama tapi juga di serambi masjid, bahkan tidak jarang barisan shaf jamaah sampai di halaman.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Selain tingginya aktivitas masyarakat sekitar dalam beribadah, bangunan masjid yang ada di Dusun Kedondong (Semaken I), Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo itu juga mempunyai keistimewaan tersendiri. Masjid kuna itu merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Masjid berusia ratusan tahun itu didirikan oleh Panembahan Bodho atau Adipati Terung pada tahun 1477 (Abad 15) atas perintah dari Sunan Kalijaga. Ditengah perjalanan ke Demak dengan ditemani sahabatnya yang bernama Adipati Terung, Sunan Kalijaga beristirahat di Desa Kedondong. Setelah beristirahat, Sunan Kalijaga meminta Adipati Terung agar membangun masjid di tempat itu. Sedangkan ia sendiri malanjutkan perjalanan ke Demak dan melihat kembali masjid itu setelah selasai dibangun.<br /></span><br /><span style="font-family:verdana;">“Yang masih asli di masjid ini bedug, kentongan, empat tiang kayu, encis atau tongkat yang dipegang khotib saat shalat Jumat, sumur, dan mustaka yang berbentuk seperti mahkota,” kata takmir Masjid Sunan Kalijaga, Muh Sahlan.<span id="fullpost"><br /></span><br /><span style="font-family:verdana;">Masjid itu telah beberapa kali dipugar dan dibangun sejak tahun 1936. Pemugaran terakhir dilakukan pada 1990 berupa renovasi serambi dan beteng yang mengelilingi masjid. Berdasarkan catatan yang dimiliki takmir, terakhir kali sebelum dipugar bentuk bangunan masjid itu semula hanya terdiri dari bangunan utama tanpa serambi.<br /></span><br /><span style="font-family:verdana;">Memiliki empat tiang kayu di tengah yang hingga kini masih dipertahankan. Sedangkan dindingnya semula model setengah tembok yang diatasnya disambung tiang kayu. Diantara tiang-tiang itu terbuka tanpa dinding.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">“Tahun 1936 atapnya masih dari rumput ilalang. Antara masjid dan serambi memakai talang pohon jamebe. Atap diganti genting setelah dipugar tahun 1937,” ungkap Solihuddin Kosim, takmir yang lain.<br /></span><br /><span style="font-family:verdana;">Pada bulan Ramadan ini berbagai kegiatan ibadah warga di Masjid Kedondong atau Masjid Sunan Kalijaga semakin semarak. Mulai dari shalat tarawih, tadarus Al Quran hingga pengajian. Setiap Jumat sore diadakan buka bersama yang diikuti warga seluruh usia di dusun itu. “Shalat tarwih masjid dan serambi selalu penuh, sering juga sampai ke halaman,” ujarnya.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Pada malam tanggal 21 Ramadan, di masjid itu juga diselenggarakan kegiatan khusus. Usai shalat tarwih warga akan membawa nasi tumpeng dengan tenong (wadah dari bambu) lengkap dengan lauk-pauknya. Selanjutnya warga yang hadir makan bersama atau biasa disebut kembul bujana.<br /></span><br /><span style="font-family:verdana;">“Malam 21 Ramadan itu diselenggarakan tiga acara sekaligus. Malam selikuran atau Lailatul Qadar, Nuzulul Quran, dan khataman tadarusan Al Quran,” imbuh Solihuddin. -<span style="font-style: italic;">cahpesisiran utk suara merdeka 30/8</span>-</span><br /></span></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-68417565608649100772010-06-22T01:19:00.006+07:002010-06-22T01:34:27.601+07:00Berbalut Motif Batik<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TB-vByMFZ9I/AAAAAAAAAeg/dMfudx7zfGg/s1600/wit+batik.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/TB-vByMFZ9I/AAAAAAAAAeg/dMfudx7zfGg/s320/wit+batik.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5485295316347742162" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;font-family:verdana;" >Nuansa Tradisi Yogyakarta di Pohon</span></span><br /><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">KETIKA melewati depan Gedung Agung kawasan Malioboro, Jalan Panembahan Senopati, maupun memasuki kompleks Balaikota maka akan terlihat nuansa tradisi pada pohon-pohon yang berbalut motif batik.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Mungkin sekilas tampak seperti pohon-pohon di Bali yang diberi kain poleng berpola hitam dan putih. Tapi tentu saja keduanya mempunyai latar belakang dan maksud yang berbeda.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">"Ini untuk memperindah kota. Kalau dulu pohon-pohon hanya dicat dengan warna putih dan garis hitam melingkar, di semua kota sama seperti itu. Ini kami buat berbeda, sekaligus lebih memperkenalkan dan melestarikan batik," ungkap Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Suyana, medio Juni.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"> <span style="font-family:verdana;">Terobosan pemeliharaan lingkungan sekaligus pelestarian tradisi khas Yogyakarta ini memang dilakukan oleh BLH Kota Yogyakarta. Pemasangan motif batik dilakukan di tiga titik yakni pada pohon-pohon di depan Gedung Agung, Jalan P Senopati, dan kompleks Balaikota. Setidaknya ada sekitar 200 pohon yang telah diberi sentuhan khas Yogyakarta itu. Motif batik yang dipasang pun merupakan motif-motif batik Jogja, seperti parang dan ceplok bolu rambat.</span></span><span id="fullpost"> <br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">"Ini sebagai test case untuk melihat respons dan pendapat masyarakat. Kalau masyarakat memberi respons positif akan kami anggarkan lebih untuk itu, kemungkinan bisa kami ajukan di APBD Perubahan. Saat ini hanya dialokasikan dari anggaran untuk pemeliharaan perindang," tuturnya.</span> </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Suyana mengatakan, inspirasi pemasangan motif batik di pohon itu berasal dari para seniman yang telah melakukan hal serupa saat perhelatan biennale beberapa waktu lalu. Hanya saja, motif-motif yang dipasang itu menggunakan kain tipis sehingga tidak dapat bertahan lama.</span> </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">"Yang sekarang bisa bertahan sekitar 1 tahun, dengan bahan berupa media print outdoor. Jadi ini tidak meniru seperti yang di Bali, ini inspirasinya dari teman-teman biennale," jelas Suyana.</span> </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Dalam pemasangannya, dilakukan dengan lem dan tidak dengan cara dipaku atau distaples agar tidak merusak pohon. Suyana menambahkan, motif-motif batik di kompleks Balaikota dipasang menjelang HUT Pemerintah Kota (Pemkot) pekan lalu, sedangkan yang di depan Gedung Agung dan Jalan Senopati dipasang sekitar dua bulan lalu.</span> </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">"Kalau ada masyarakat yang tertarik untuk ikut memasang motif-motif batik boleh juga. Motifnya diatur bareng, karena dalam tradisi ada motif-motif tertentu yang tidak boleh digunakan sembarangan," imbuhnya.</span> </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Sementara itu, di Bali pemasangan kain berwarna hitam dan putih pada pohon dilakukan terkait kepercayaan masyarakat. Salah satu tour guide di Bali, Nyoman Agus Wiranata, menuturkan kain poleng hitam-putih dipasang secara kolektif oleh masyarakat desa adat pada pohon-pohon yang dianggap keramat.</span> </span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">"Tidak semua pohon dipasang kain yang melambangkan keseimbangan baik dan buruk itu. Hanya pohon yang dikeramatkan dan langka yang dipasang, karena di masyarakat Bali masih hidup kepercayaan animisme-dinamisme. Dari sisi lingkungan, juga berdampak pada pelestarian pohon. Karena pohon-pohon yang dipasang kain poleng tidak akan ditebang," unjarnya. <span style="font-style: italic;">-cahpesisiran-</span></span></span></div></span>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-81374670559854258802010-04-24T00:13:00.005+07:002010-04-24T00:45:15.352+07:00Tebing Sungai Bertumpuk Sampah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/S9Hb_RGETUI/AAAAAAAAAeQ/tNtkKgarLOI/s1600/winongo+2.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/S9Hb_RGETUI/AAAAAAAAAeQ/tNtkKgarLOI/s320/winongo+2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5463389702944214338" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;font-family:verdana;" >Disulap Jadi Kolam Lele</span></span><br /><br /><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">TEPI Kali Winongo yang sekitar tiga bulan lalu masih berupa tumpukan sampah dan tebing batu padas mampu disulap oleh warga RW 9 Badran, Bumijo, Jetis, Yogyakarta menjadi bersih. Bahkan bisa dimanfaatkan untuk membangun enam petak kolam lele yang dikelola kolektif.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">"Dulu tidak terpikir akan jadi seperti ini, karena di sini dulunya gunungan sampah sampai dua meter," ungkap Yatno (38) salah satu warga yang mengelola kolam itu.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Tepian sungai sepanjang sekitar 100 meter itu terlihat bersih, bahkan terasa nyaman dengan pemandangan alam Kali Winongo yang alami. Udara pun terasa sejuk karena pepohonan tumbuh lebat di kanan kiri kali itu. Pembersihan sampah dan perataan lahan untuk kolam dilakukan bergotong royong oleh warga sejak Februari lalu. Lahan seluas 48 m persegi diantaranya dimanfaatkan untuk kolam ikan.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Di enam petak kolam yang masing-masing berukuran 2x4 m itu kini telah terisi ikan lele yang benihnya ditebar awal April lalu. Kolam dikelola bersama dalam kelompok Mina Jaya yang dijalankan oleh 18 warga. Di samping kolam itu dibuat sebuah cakruk (gubug) dari bambu yang biasa digunakan warga untuk berembug.</span></span><span id="fullpost"><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><span style="font-family:verdana;">"Kalau Minggu biasanya cakruk digunakan untuk rembugan membicarakan permasalahan-permasalahan kolam. Juga untuk istirahat yang dapat giliran memberi pakan dan merawat kolam," kata lelaki yang juga sekretaris Rt 39 itu.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><span style="font-family:verdana;">Yatno menuturkan, lele akan dipanen 2,5 - 3 bulan setelah benih ditebar. Hasilnya akan digunakan lagi untuk modal membeli benih, pakan, dan obat-obatan berikutnya. Keuntungan digunakan bersama oleh kelompok dan 2,5 persen disisihkan untuk Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) untuk digulirkan di wilayah lainnya.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><span style="font-family:verdana;">Pembersihan dan pemanfaatan tebing Kali Winongo itu mendapatkan bantuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY melalui FKWA. Dana tersebut sebesar Rp 23,156 juta yang dimanfaatkan untuk pembersihan, penyiapan lahan, pembuatan kolam, hingga pembelian bibit lele dan pakan serta obat-obatan. "Masing-masing petak diisi 1.000 benih. Perkiraannya nanti bisa panen 6 kwintal lele. Kalau harganya tergantung pasaran," kata Jumirin (50) yang juga ketua Rt 42.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><span style="font-family:verdana;">Mengenai kesadaran warga terhadap kebersihan Kali Winongo, Jumirin, menuturkan sudah baik. Sampah rumah tangga dilakukan pengelolaan bersama dalam kelompok dasawisma. Sampah-sampah sekaligus dipilah antara yang organik dan anorganik.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><span style="font-family:verdana;">"Sampah yang bernilai ekonomi dijual, yang organik dibuat kompos karena setiap Rt sudah mempunyai komposter. Sisanya tinggal 60 persen dibuang ke pembuangan sampah umum," kata Jumirin dibenarkan Tri Suprianto warga yang lain. </span><span style="font-family:verdana;">Menurut Jumirin, warga juga berharap mendapatkan pendampingan dan pelatihan pengelolahan sampah menjadi barang-barang kerajinan. -<span style="font-style: italic;">cahpesisiran utk bernas jogja</span>-</span></span></span></div></span>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-92109220934672313672010-04-21T01:15:00.005+07:002010-04-21T01:44:44.042+07:00Lebih 30 Tahun di Eropa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/S83wTbnI7mI/AAAAAAAAAd4/opjjvCvZ-eo/s1600/Dietrich+Drescher.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/S83wTbnI7mI/AAAAAAAAAd4/opjjvCvZ-eo/s200/Dietrich+Drescher.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462286139690380898" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold;font-family:verdana;" >Keris Pertama Setelah Kemerdekaan Kembali Ke Jogja</span><br /><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">SALAH satu keris bernilai sejarah dihibahkan ke Museum Sonobudoyo Yogyakarta oleh pemiliknya Dietrich Drescher, seorang pecinta keris berkebangsaan Jerman, Sabtu (9/4). Keris berjenis luk 13 dengan dapur parungsari itu dibuat oleh Empu Yosopangarso atas pesanan Dietrich Drescher pada tahun 1973.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Meskipun keris tersebut belum termasuk benda cagar budaya karena usianya yang relatif muda, tapi benda pusaka itu memiliki nilai sejarah karena merupakan keris pertama yang dibuat di Republik Indonesia pasca revolusi fisik 1945. Keris itu juga menandai bangkitnya kembali pembuatan keris di Indonesia pasca kemerdekaan.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">“Pada zaman pendudukan Jepang, pembuatan keris banyak mengalami kemunduran. Pada masa itu pembuatan keris semakin surut karena situasinya tidak memungkinkan,” kata Sekretaris Paheman Memetri Wesi Aji (Pametri Wiji), Suhardoto, disela mendampingi Dietrich menyerahkan keris ke Museum Sonobudoyo.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Dietrich sendiri berpendapat bahwa keris itu dilahirkan di Yogyakarta, sehingga selayaknya untuk kembali ke Yogyakarta dan menjadi bukti sejarah atas peranan Yogyakarta dalam melestarikan budaya, khususnya budaya tosan aji. Museum Sonobudoyo dia pandang sebagai tempat yang paling tepat untuk menyimpannya.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">“Sekarang saya sudah tua, dan kesehatan saya mulai menurun, sehingga saya berfikir mengembalikan keris itu ke Indonesia. Saya berpikir tempat terbaik adalah tempat dilahirkannya yaitu Yogyakarta, jadi saya mengembalikannya ke sini,” kata Dietrich.</span></span><span id="fullpost"><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Saat ini Dietrich mengaku masih memiliki 5 keris yang dibuat atas pesanannya dari logam meteorit, nikel, pasir Cilacap, dan pasir Luwu. “Saya juga berencana untuk mengembalikannya ke Indonesia,” imbuhnya. Bagi Deitrich, keris merupakan senjata yang paling cantik di dunia. Yakni dari bentuknya, memiliki pamor, dan tujuan utama pembuatannya yang bukan sebagai senjata pembunuh tetapi sebagai pusaka.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Di Museum Sonobudoyo, keris itu diterima oleh Kepala Museum Drs Martono, didampingi Kasi Koleksi Konservasi dan Prevarasi Dra Winarsih. Setelah penandatanganan berita acara penghibahan, keris itu selanjutnya akan disimpan dan dirawat menjadi koleksi Museum Sonobudoyo. “Museum sangat apresiate dengan penghibahan keris ini, ini juga merupakan bentuk pelestarian benda bernilai sejarah,” kata Martono.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Winarsih menambahkan, saat ini museum memiliki 43.618 koleksi. Setiap tahun, ungkapnya, selalu ada masyarakat yang menghibahkan benda koleksi ke museum. Tahun lalu hibah yang diserahkan ke Museum Sonobudoyo sebanyak 5 keris, 1 tombak, dan 1 naskah. “Tahun ini kami menerima hibah 6 keris. Benda-benda itu kami lakukan perawatan sesuai dengan jenisnya,” tambahnya.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Dietrich Drescher, dalam Ensiklopedi Keris karya Bambang Harsrinuksmo (2004), disebut sebagai orang yang berjasa besar dalam menumbuhkan kembali kehidupan dan tradisi ke-empuan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sekaligus membangunkan budaya keris yang telah “tidur” sejak zaman pendudukan Jepang. Pada sekitar tahun 1975 ia membangkitkan semangat Ki Yosopangarso di Godean Yogyakarta untuk kembali menempa keris.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Pada awalnya Yosopangarso sempat bingung karena ayahnya, Supowinangun almarhum, tidak sempat mewariskan pengetahuan pembuatan keris kepada dia dan adik-adiknya. Namun Dietrich Drescher terus memberinya semangat. Akhirnya dengan dibantu adik-adiknya, Genyodiharjo, Wignyosukoyo, dan Jeno Harumbrojo, Ki Yosopangarso berhasil lagi membuat keris. Peristiwa itu menjadi tonggak baru dalam sejarah perkerisan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, yang sejak zaman pendudukan Jepang tidak punya lagi pembuat keris.</span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Pada waktu itu, Dietrich Drescher adalah seorang kapten kapal bangsa Jerman yang tinggal di Freiburg, Jerman. Pada tahun 70-an kapal yang dinahkodainya mempunyai jalur pelayaran tetap ke Indonesia. Pekerjaan itu dijalaninya selama lebih enam tahun dan menyebabkan tumbuhnya cinta pada budaya Indonesia, terutama budaya keris. <span style="font-style: italic;">-cahpesisiran utk bernas jogja-</span></span></span></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-50898268904569686472009-12-20T02:12:00.003+07:002009-12-20T02:42:48.258+07:00Ditengah Kontroversi<div style="text-align: right;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;font-family:Arial;" lang="EN-US">Bertani Harus Tetap Jalan</span><br /></span></div><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" lang="EN-US"><span style="font-size:100%;"><br /></span><br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/Sy0pYqqX22I/AAAAAAAAAdw/gOn3p4NJ2pw/s1600-h/2510+-+panen+semangka2n.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/Sy0pYqqX22I/AAAAAAAAAdw/gOn3p4NJ2pw/s320/2510+-+panen+semangka2n.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5417031430542187362" border="0" /></a><span style="font-family: verdana;font-family:Arial;font-size:85%;" lang="EN-US"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: verdana;font-size:85%;" ><span style="" lang="EN-US">Di tengah kontroversi rencana penambangan pasir besi yang tidak juga berujung, para petani di lahan pantai Kulonprogo Yogyakarta tetap menjalankan kegiatan pertaniannya. Seperti terlihat di lahan pantai wilayah <span class="yshortcuts" id="lw_1261249048_0">Desa</span> Bugel Minggu (25/10) pagi kemarin, puluhan petani bergotong-royong memanen semangka milik <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" class="yshortcuts" id="lw_1261249048_1">salah satu</span> petani setempat.<br /><br />Pagi itu Pardiman (50) yang mengelola lahan itu bersama keponakannya, Nriman, merasa senang karena tanaman semangka yang dia rawat selama 50 hari akhirnya tiba masa panen. Dari lahan seluas 20 x 60 meter itu Pardiman memanen 5 ton semangka yang dibeli tengkulak Rp 600 per kg. Dia pun mengaku mendapat untung besar, karena keseluruhan modal yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 700 ribu.</span><br /><br /><span style="" lang="EN-US">“Ya bertani harus jalan terus, karena ini menjadi mata pencaharian kami yang utama,” kata Pardiman disela panen, Minggu pagi akhir Oktober lalu.<br /><br />Berbagai jenis tanaman bisa dibudidayakan di lahan tersebut. Mulai dari buah-buahan seperti semangka dan melon, palawija, hingga sayur-sayuran. “Yang paling menguntungkan kalau ditanami cabai,” katanya. Dalam sekali masa tanam, kata Pardiman, cabai bisa dipanen hingga 30 kali. Keuntungan yang diraih tergantung naik turunnya harga. Kisaran harganya dari yang terendah Rp 2.500 hingga tertinggi sekitar Rp 22.000 per kg.<br /><br />Pardiman mengaku, saat harga terendah Rp 2.500 pun dia tidak mengalami kerugian. “Waktu harga Rp 2.500 per kg, saya masih mendapat keuntungan 50% dari penjualan,” ungkapnya.</span> <span style="" lang="EN-US">Dari hasil pertanian di lahan pantai, kata Pardiman, warga setempat bisa memenuhi kebutuhan hidup. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan sandang pangan, tapi juga untuk membiayai sekolah dan kuliah anak. “Hasil di sini tidak sekedar cukup. Kebutuhan apa-apa dipenuhi dari bertani di sini,” kata Pardiman.<br /><br />Sebagian besar warga, lanjut Pardiman, memang bermata pencaharian utama sebagai petani di lahan pantai. Maka Pardiman pun mengaku susah jika mengingat rencana akan dilakukannya penambangan pasir besi di wilayah tersebut. “Kami harus kemana kalau daerah ini ditambang?” tanya Pardiman yang mengaku menolak rencana penambangan itu.</span> <span style="" lang="EN-US">“Dulu lahan sini kering, setelah dicoba-coba ditanami warga tahun 1986 akhirnya bias hijau begini. Bahkan waktu itu dapat dukungan dari menteri lingkungan hidup untuk terus dikembangkan. Tapi kok sekarang tau-tau mau dibor (ditambang –red),” kata Slamet (46) petani yang lain menambahkan.</span><br /><br /><span style="" lang="EN-US">Hal yang sama diungkapkan oleh Murizal (28) warga Desa Bugel. Menurutnya, mayoritas warga pesisir hidupnya dari bertani di lahan pantai. “Seperti saya ini tidak punya ijazah SMP, mau kerja apa kalau tidak bertani di sini. Dulu saya waktu nikah tidak punya apa-apa. Dari menanam cabai saya bisa memenuhi kebutuhan juga membeli sepeda motor,” ungkap ayah seorang anak tersebut.</span> <span style="" lang="EN-US">Budi Wiyana, yang juga petani di Desa Garongan secara terpisah mengungkapkan, hasil dari menanam cabai tidaklah kecil. Setelah 3 bulan sejak masa tanam, kata Budi, cabai bisa dipanen setiap 5 hari sekali dengan hasil penjualan 3 juta setiap kali panen.<br /><br />“Kalau banyak menanamnya, dan harga bagus Rp 25 ribu per kg,” ungkapnya. Selama ini dia mengeluarkan modal sekitar Rp 2 juta untuk sekali masa tanam. “Sekali panen sudah menutup modal,” katanya. Sekali masa tanam bisa panen hingga 4 bulan.</span><br /><br /><span style="" lang="EN-US">Terkait rencana penambangan pasir besi, Rizal mengaku tidak setuju. Menurutnya, jika lahan tersebut ditambang warga akan kehilangan pekerjaan. “Yang muda-muda mungkin bisa bekerja di pertambangan, tapi yang tua-tua mau kerja apa,” katanya. Rizal juga mengkhawatirkan terjadinya kerusakan lingkungan yang membahayakan akibat kegiatan penambangan. “Di sini dekat bibir pantai, kalau lingkungan rusak air laut bisa naik ke daratan,” tambahnya.</span><br /><br />“Kehidupan orang sini dari pertanian, kalau ditambang mau kerja dimana, makan dari apa. Banyak yang tidak setuju dengan rencana penambangan. Harapannya tidak jadi ditambang,” pungkas Budi. </span><span style="font-family: verdana;font-size:85%;" >-<span style="font-style: italic;">cahpesisiran utk bernas jogja</span>-</span><br /></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-62044016984990374672009-04-14T17:45:00.004+07:002010-04-21T02:04:20.182+07:00Oleh-oleh Dari Solo<div style="text-align: center;font-family:verdana;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Warung Angkringan Pak Kemin</span><br /><br /><br /></span></span></div><span style="font-size:85%;"></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:verdana;">Kukendarai motorku malam ini melintasi depan Monumen Pers Solo. Udara masih terasa sejuk karena sore tadi hujan mengguyur lumayan deras. Tak begitu banyak kendaraan yang lalu lalang di jalanan, sehingga bisa kuhela napas dalam-dalam tanpa khawatir banyak karbon akan masuk ke rongga paru-paruku. Lampu-lampu yang menyala temaram terlihat sedikit menyilaukan, tapi tidak membuat udara terasa panas seperti malam biasanya.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Kuhentikan laju motorku di sebelah barat Monumen Pers. Tak jauh, hanya beberapa puluh meter dari bangunan bersejarah dan legendaris itu. Kuparkirkan motorku tepat didepan sebuah warung angkringan yang berlantaikan trotoar. Sejenak aku belum beranjak dari jok sepeda motor yang selalu mengantarku kemana saja. Kulihat spanduk yang tertempel di tenda berbentuk seperti atap yang melingkupi warung angkringan. Di spanduk itu tertulis ”Warung Wedangan Tukiyo Kemin”. Memang inilah warung angkringan yang juga legendaris itu, tak kalah dengan bangunan di sebelahnya.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Dari cerita yang kudengar, dulu banyak tokoh sering datang kongkow-kongkow di warung angkringan ini. Seperti Setiawan Djodi, W.S. Rendra, juga tokoh-tokoh lain. Ku dudukkan pantatku di kursi kayu panjang, sembari kupesan teh hangat pada bapak pemilik angkringan.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Sesekali sempat kuperhatikan suasana warung angkringan itu. Sekelompok orang datang, beberapa diantaranya menanyakan menu apa yang ada. “Nasi sambel bandeng ada, oseng ada,” jawab lelaki setengah baya sembari sesekali membenahi arang yang membara memanggang dua ceret berbentuk khas. Lelaki yang telah menjadi penjual angkringan sejak tahun 70 an itu tak lain adalah Tukiyo Kemin, sang pemilik warung.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Setelah memesan, kelompok-kelompok itu pun duduk pada kursi kayu panjang. Di depan mereka terhidang aneka makanan khas angkringan. Nasi kucing, sate usus, sate kikil, tempe dan tahu goreng maupun bacem, pisang goreng, beberapa jajanan pasar, dan banyak lagi. Sebagian dari mereka duduk bersila diatas tikar sembari menikmati menu yang telah dipesan.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Setelah beberapa saat duduk menikmati teh hangat dan Pak Kemin terlihat tidak begitu sibuk, barulah aku bisa sedikit ngobrol dengan ”Sang empunya angkringan”. Pak Kemin pun mulai bercerita. Sebelum di tempat ini, dia membuka warung angkringannya di seberang Monument Pers. Tepatnya di lokasi rumah dinas wakil walikota Solo saat ini.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Ia memutuskan pindah ke lokasinya saat ini sejak tahun 2007. Karena lokasi yang lama akan dibangun rumah dinas bagi wakil walikota. “Tidak masalah pindah. Gimana lagi, tempat itu juga bukan punya saya,” kata Pak Tukiyo yang biasa dipanggil Pak Kemin. Kemin adalah nama ayahnya.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Ayah tiga anak ini menuturkan bahwa usaha warung angkringan yang ia geluti ini meneruskan usaha ayahnya. Semula, ayahnya membuka warung angkringan di Monumen Pers, kemudian sejak tahun 1972 pindah ke lokasi rumdin wawali sebelum mulai dibangun tahun 2007. “Sejak tahun 1966 saya sudah mulai membantu bapak,” ungkap Pak Tukiyo Kemin yang malam itu mengenakan polo shirt putih.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Di lokasi barunya saat ini, warung angkringan ini tak sepi pengunjung. Kalaupun agak berkurang, itu karena sekarang sudah banyak warung-warung angkringan sejenis. “Sekarang sudah banyak, tidak seperti dulu,” kata kelahiran Ngreco, Weru, Sukoharjo tahun 1957 itu.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Pelanggan-pelanggan lama yang dari luar kota pun masih ada yang datang. Seperti dari Jakarta, Kudus, dan Semarang. Aku pun penasaran, benarkah dulu tokoh-tokoh sering datang ke sini. Maka kutanyakan langsung pada Pak Kemin. “Saya sendiri awalnya tidak tahu. Tahu-tahu ada yang memberi tahu saya kalau orang yang datang itu tokoh atau pejabat,” jawabnya. Pak Kemin membuka warung angkringannya dari pukul enam sore hingga dua pagi.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Selain menu-menu yang sudah biasa, ternyata ada yang khas dari menu yang disajikan di warung angkringan Pak Kemin ini, yaitu apolo. Yang ia maksud adalah jadah (dari beras ketan) yang diberi coklat. “Dari dulu sampai sekarang ada. Sudah lima puluh tahun pun ndak karatan. Karena buat baru terus,” selorohnya bercanda.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Sebelum kembali sibuk menyiapkan menu yang dipesan serta meracik kopi dan teh hangat, Pak Kemin masih sempat sesekali bercerita. Dari menjalankan usahanya itu, ia mampu mencukupi kebutuhan keluarganya, bahkan membiayai pendidikan anaknya hingga ke bangku kuliah.<br /><br /></span><span style="font-family:verdana;">Dan tak terasa, segelas teh hangat yang ku pesan tadi disusul juga apolo sudah hampir punah kupindahkan ke perutku yang kini tak lagi keroncongan. Aku pun kembali menembus udara jalanan yang sudah mulai dingin, tentu setelah membayar dan pamit kepada ”tuan rumah Pak Kemin”. –<span style="font-style: italic;">cahpesisiran, utk Harian Rakyat Merdeka</span>-</span></span><br /></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2830291164691006632.post-54356503537231179862009-01-18T09:38:00.011+07:002009-01-18T10:06:52.240+07:00Gula Semut Tembus Pasar Amerika<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/SXKX8Yj0npI/AAAAAAAAAcw/_s9WA5BofKg/s1600-h/gula_semut2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_2cdSSlOb1eM/SXKX8Yj0npI/AAAAAAAAAcw/_s9WA5BofKg/s400/gula_semut2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5292459575754399378" border="0" /></a><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText {margin:0in; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText {margin:0in; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Padi, buah-buahan, ataupun sayuran yang dihasilkan dengan pertanian organik? Sudah biasa! Tapi pernahkah mendengar penerapan sistem pertanian itu untuk menghasilkan gula kelapa?</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Nah, itulah yang dilakukan para petani penderes yang tergabung dalam Jatirogo (Jaringan Petani Kulon Progo) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Gula kelapa organik produksi mereka bahkan telah menembus pasar Amerika, dan kini bersiap menembus pasar Negeri Sakura.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Secara fisik, gula kelapa organik yang diproduksi Jatirogo dibuat dengan wujud berbeda. Disebut gula semut, yaitu berbentuk butiran-butiran kecil seperti gula pasir. Tetapi, ada juga yang dibuat berbentuk silinder.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Pembudidayaannya dilakukan dengan pupuk alami, proses pembuatan terkontrol dari alat, cara pengolahan, hingga penanganannya. Untuk menembus pasar mancanegara, tentu harus lolos uji standar dan sertifikasi mutu. September 2008 lalu, produk gula kelapa organik para petani Jatirogo telah mendapat sertifikat dari lembaga Control Union Belanda.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Selain itu, kontrol kualitas dilakukan juga melalui sistem kontrol internal atau ICS (Internal Controling System) oleh pengurus Jatirogo. ICS melakukan pengontrolan sarana, peralatan, dan proses pengolahan. Sedangkan dinas pertanian setempat mengontrol pemupukan.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">“Di luar Kulon Progo ada yang menggunakan zat kimia sebagai pengental agar warna lebih cerah kekuningan. Tapi dalam 3 hingga 5 hari akan meleleh. Sedangkan gula kelapa organic, pengentalan menggunakan bahan-bahan alami seperti laru dari getah manggis,” ungkap Hendrastuti, koordinator Jatirogo yang juga menjadi koordinator ICS.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Gula kelapa organik diproduksi oleh 1.260 petani penderes di empat kecamatan di Kulon Progo yaitu Lendah, Samigaluh, Kokap, dan Girimulyo. Tahun 2009 direncanakan akan masuk juga kecamatan Kalibawang. Untuk bisa masuk, suatu daerah harus mengubah pola pertaniannya menjadi organik dengan masa transisi tiga tahun agar kondisi tanah kembali organik. Ditargetkan, tahun 2009 Jatirogo akan mempunyai 3.000 anggota petani penghasil gula kelapa organik, dengan bergabungnya satu kecamatan itu.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Proses untuk mendapatkan sertifikat dari lembaga Control Union Belanda tidaklah mudah, harus melewati pengujian atau inspeksi yang ketat bahkan sampai pengambilan sampel tanah. “Jadi tidak main-main. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> satu petani penderes yang di sekitar pohon kelapanya terdapat pohon rambutan yang dipupuk dengan pupuk kimia, akhirnya tidak lolos. Beberapa petani di Kecamatan Kokap di sekitar lokasi penambangan emas juga tidak lolos, karena dikhawatirkan tercemar logam merkuri,” papar Hendrastuti.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Proses sertifikasi Control Union pun tidak singkat, perlu waktu empat bulan dimulai Februari 2008. Mencakup sosialisasi dan pendaftaran petani yang dilanjutkan dengan inspeksi eksternal dari control union. Inspeksi meliputi kondisi tanah, tanaman, peralatan, dan dapur pengolahan. Dalam proses tersebut, pengurus Jatirogo mengikuti<b> </b>sehingga mengetahui bagaimana standar yang harus diterapkan pada saat menjalankan sistem kontrol internal (ICS). Sertifikat akhirnya keluar bulan September 2008 lalu dari lembaga penguji dari Belanda tersebut.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Hendrastuti mengakui, proses sertifikasi control union sangat berat dan ketat. “Kita bisa lolos karena memang lingkungan belum tercemar zat kimia. Air belum tercemar, dan sebagian besar berada di pegunungan. Selain itu di sekitarnya tidak terdapat persawahan yang kebanyakan telah tercemar pupuk kimia,” katanya. Pengurus Jatirogo bertanggung jawab mengontrol dan menjaga kualitas, termasuk mendorong petani menjaga peralatan dan dapur yang higienis. ”Pengurus Jatirogo tiga bulan sekali melakukan pelaporan pengecekan ICS. Juga melakukan pelatihan tungku sehat,” imbuhnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Jatirogo sendiri terbentuk tahun 2000 mencakup 12 kecamtan di Kulon Progo. Pada awalnya, mengembangkan tanaman padi organik dengan bibit padi lokal, bertujuan memperbaiki kondisi tanah. Sejak Juli 2008 Jatirogo mulai memproduksi gula kelapa organik dengan pemasaran ke sebuah perusahaan di <st1:place st="on">Bali</st1:place>. Setelah lolos sertifikasi, pemasaran dapat menjangkau Amerika Serikat melalui perusahaan di <st1:place st="on">Bali</st1:place> tersebut.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Kapasitas produksi untuk pengiriman ke Amerika sebanyak 20 ton per bulan. Ke depan pemasaran juga akan meluas ke Jepang yang saat ini sedang proses penjajakan pemesanan. “Konsumen dari Jepang juga berminat akan memesan,” ungkap Hendrastuti. Selain itu pasar lokal di <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> juga sudah berjalan meskipun kuantitasnya masih sedikit. Pengembangan pemasaran lokal akan dilakukan ke pusat-pusat perbelanjaan.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Pengelolaan gula kelapa organik yang dilakukan terkoordinasi dalam jaringan petani Jatirogo dimaksudkan agar dapat mengangkat kehidupan ekonomi para petani. Selain itu agar hasil kerja petani penderes bisa lebih dihargai. “Penderes itu <st1:place st="on"><st1:state st="on">kan</st1:state></st1:place> harus kerja keras memanjat pohon kelapa. Itu berisiko. Bahkan hujan pun harus tetap memanjat untuk <i>nderes</i> (mengambil nira),” kata ibu dua anak tersebut.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Dengan dikelola secara terkoordinir dengan sistem pertanian organik, kehidupan para petani pun terangkat. Harga gula kelapa organik bisa lebih tinggi dari harga gula kelapa anorganik. Per kilogram harga jual dari petani bisa mencapai Rp 8 ribu, sedangkan anorganik saat ini hanya Rp 6.500.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Selain itu, dengan dikoordinir dalam jaringan Jatirogo, harga bisa terstandar dan stabil tidak terpengaruh naik turunnya harga gula di pasaran. “Pada saat harga gula di pasaran turun sampai Rp 4 ribu pun harga beli dari petani tetap harga standar Rp 8 ribu per kg,” ungkap Hendrastuti seraya manambahkan bahwa harga gula di pasaran selama setahun hanya bagus dua bulan saja. Dalam sehari rata-rata para petani gula kelapa organik Jatirogo dapat menghasilkan 2,5 hingga 3 kilogram gula.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><br /></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Kendala yang dihadapi, kata Hendrastuti, disamping kendala peralatan adalah kurang bisa seragamnya hasil produksi karena dikerjakan oleh masing-masing petani penderes. “Tapi kita selalu melakukan pengecekan dan mendorong menghasilkan kualitas produk sebaik mungkin,” ungkap warga Turus, Tanjungharjo, Nanggulan, Kulon Progo tersebut. Sementara mengenai bantuan, dinas terkait diharapkan dapat memberikan bibit unggul lokal untuk regenerasi tanaman kelapa.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <span style=";font-family:";font-size:12;" ><b> </b></span><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;">Kebanyakan pohon kelapa yang saat ini berproduksi<span style=""> </span>adalah warisan dari petani generasi sebelumnya. Meski pohon kelapa dideres untuk menghasilkan gula, -yang berarti tidak bisa berbuah- namun para petani tetap dapat melakukan regenerasi pohon. “Dari semua pohon kelapa yang dimiliki tidak semuanya dideres. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> beberapa pohon yang dibuahkan, itu bisa sebagai pembibitan,” ujar isteri dari Pujono tersebut.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: verdana;font-family:verdana;"><span style="font-size:78%;"><br /></span><span style="font-size:78%;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:verdana;"><span style="font-family: verdana;font-size:78%;" ><o:p></o:p>Selain pengembangan gula kelapa organik di empat kecamatan itu, jaringan Petani Kulon Progo (Jatirogo) saat ini juga masih mengembangkan padi organik lokal di kecamatan lainnya. Jenis padi lokal yang diusahakan antara lain Menthik Wangi, Pandan Wangi, Menthik Susu, Somali, Slegreng, Beras Merah, Ketan Ireng, Wiji Lestari, Rening, dan Rojo Lele. “Jadi pengembangan pertanian organik dilakukan sesuai potensi masing-masing wilayah atau kecamatan. Seperti umbi-umbian organik di Kecamatan Pengasih, dan padi organik di Nanggulan dan Galur,” tandas koordinator Jatirogo yang telah berbadan hukum sejak tahun 2003 tersebut. <span style="font-style: italic;">–cahpesisiran utk majalah saudagar-</span><o:p></o:p></span><br /></p> <div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></div>cahpesisiranhttp://www.blogger.com/profile/11917721055642666786noreply@blogger.com11