Di bulan Ramadan, setiap malam Masjid Kedondong selalu dipenuhi jamaah yang menunaikan shalat tarawih. Jamaan tidak hanya memenuhi bangunan utama tapi juga di serambi masjid, bahkan tidak jarang barisan shaf jamaah sampai di halaman.
Selain tingginya aktivitas masyarakat sekitar dalam beribadah, bangunan masjid yang ada di Dusun Kedondong (Semaken I), Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo itu juga mempunyai keistimewaan tersendiri. Masjid kuna itu merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga.
Masjid berusia ratusan tahun itu didirikan oleh Panembahan Bodho atau Adipati Terung pada tahun 1477 (Abad 15) atas perintah dari Sunan Kalijaga. Ditengah perjalanan ke Demak dengan ditemani sahabatnya yang bernama Adipati Terung, Sunan Kalijaga beristirahat di Desa Kedondong. Setelah beristirahat, Sunan Kalijaga meminta Adipati Terung agar membangun masjid di tempat itu. Sedangkan ia sendiri malanjutkan perjalanan ke Demak dan melihat kembali masjid itu setelah selasai dibangun.
“Yang masih asli di masjid ini bedug, kentongan, empat tiang kayu, encis atau tongkat yang dipegang khotib saat shalat Jumat, sumur, dan mustaka yang berbentuk seperti mahkota,” kata takmir Masjid Sunan Kalijaga, Muh Sahlan.
Masjid itu telah beberapa kali dipugar dan dibangun sejak tahun 1936. Pemugaran terakhir dilakukan pada 1990 berupa renovasi serambi dan beteng yang mengelilingi masjid. Berdasarkan catatan yang dimiliki takmir, terakhir kali sebelum dipugar bentuk bangunan masjid itu semula hanya terdiri dari bangunan utama tanpa serambi.
Memiliki empat tiang kayu di tengah yang hingga kini masih dipertahankan. Sedangkan dindingnya semula model setengah tembok yang diatasnya disambung tiang kayu. Diantara tiang-tiang itu terbuka tanpa dinding.
“Tahun 1936 atapnya masih dari rumput ilalang. Antara masjid dan serambi memakai talang pohon jamebe. Atap diganti genting setelah dipugar tahun 1937,” ungkap Solihuddin Kosim, takmir yang lain.
Pada bulan Ramadan ini berbagai kegiatan ibadah warga di Masjid Kedondong atau Masjid Sunan Kalijaga semakin semarak. Mulai dari shalat tarawih, tadarus Al Quran hingga pengajian. Setiap Jumat sore diadakan buka bersama yang diikuti warga seluruh usia di dusun itu. “Shalat tarwih masjid dan serambi selalu penuh, sering juga sampai ke halaman,” ujarnya.
Pada malam tanggal 21 Ramadan, di masjid itu juga diselenggarakan kegiatan khusus. Usai shalat tarwih warga akan membawa nasi tumpeng dengan tenong (wadah dari bambu) lengkap dengan lauk-pauknya. Selanjutnya warga yang hadir makan bersama atau biasa disebut kembul bujana.
“Malam 21 Ramadan itu diselenggarakan tiga acara sekaligus. Malam selikuran atau Lailatul Qadar, Nuzulul Quran, dan khataman tadarusan Al Quran,” imbuh Solihuddin. -cahpesisiran utk suara merdeka 30/8-
No comments:
Post a Comment