Pagi menjelang siang yang terik itu Tugiman (43) terlihat sedang mempersiapkan lahannya yang akan ditanami semangka dengan membuat sumur dan jaringan pipa untuk penyiraman. Tugiman merupakan satu dari ribuan petani di wilayah pesisir Kulonprogo yang memanfaatkan lahan pasir untuk bertani.
Semula, lahan pasir itu hanya berupa lahan kering dan gersang. Warga kemudian belajar memanfaatkan lahan tersebut dengan teknologi pengairan temuan mereka sendiri sejak sekitar tahun 1980-an. Upaya itu membuahkan hasil luar biasa, dari hamparan pasir gersang berubah menjadi lahan pertanian subur dan tumpuan pencaharian warga.
“Kami bisa menanam berbagai jenis tanaman di sini, seperti cabai, semangka, melon, juga buah dan sayur-sayuran lain,” ujar Tugiman, petani di Dusun Cicikan, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulonprogo itu di sela kesibukannya saat di ladang pasir.
Kepala Dusun Cicikan, Desa Bugel, Parji Mardi Utomo mengungkapkan, pertanian di lahan pesisir dengan sistem pengairan dirintis oleh warganya, Iman Rejo (73) bersama adiknya Pardiman (55), sekitar tahun 1980-an. Waktu itu belum ada warga yang memanfaatkan lahan pesisir untuk bercocok tanam. Kalau pun ada hanya beberapa yang ditanami ketela pohon, ketela rambat, dan kentang, dengan mengandalkan air hujan.
Agar bisa ditanami dengan baik, Iman Rejo membuat sumur di lahan pasir miliknya. Tentu saja tidak mudah membuat sumur di lahan pasir yang mudah longsor ketika digali. Kondisi itu disiasati Iman dengan memasang bronjong (anyaman bambu berbentuk silinder) yang dilapisi plastik untuk menjaga diding sumur agar tidak longsor. Di lahannya itu, Iman kemudian menanam cabai dan ternyata bisa panen dengan hasil yang bagus.
“Waktu itu petani lain sinis, banyak orang tidak percaya tanah gisik (pasir) kok ditanami cabai apa bisa. Ternyata Pak Iman membuktikan bisa, dan sekarang banyak petani yang menanam cabai di lahan pesisir,” ujar Mardi Utomo.
Dari waktu ke waktu, lanjutnya, Iman terus mengembangkan sistem pengairan untuk lahan pesisir yang kemudian juga diterapkan petani-petani lain. Mulai dari sistem sumur renteng hingga instalasi atau jaringan pipa yang ditanam untuk mempermudah dan mengefisienkan penyiraman. “Bertani di lahan pasir ini sekarang menjadi penopang utama perekonomian mayoritas petani pesisir,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kulonprogo, Bambang Tri Budi Harsono mengungkapkan, luas lahan pasir yang ada di Kulonprogo mencapai 2.938 hektar terdistribusi di empat kecamatan yakni Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur. Komoditas yang dikembangkan mayoritas hortikultura seperti semangka, melon, dan cabai.
“Kontribusi hasi pertanian terutama hortikultur lahan pasir bagi Kulonprogo cukup besar. Contohnya untuk cabai, ada sekitar 900 hektar dengan produktivitas setiap hektarnya 12-15 ton per tahun. Juga ada komoditas lain seperti semangka dan melon yang hampir sama kontribusinya,” katanya.
Menurut Bambang, dari total lahan pesisir 2.938 hektar, baru 60-70 persen yang dibudidayakan secara intensif, sehingga masih ada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Karena itu, pihaknya melakukan upaya pengembangan untuk mengoptimalkan agar lahan bisa 100 persen dimanfaatkan.
Berbagai program kegiatan dari pemerintah ditempuh untuk mendukung upaya tersebut. Program-program itu berupa fasilitasi infrastruktur, bantuan bibit, serta pendampingan teknis dan manajemen untuk penguatan dan pemberdayaan kelompok-kelompok tani.
"Seperti yang kemarin belum ada penanaman kami fasilitasi infrastruktur, jaringan irigasinya, sehingga ada peningkatan luas bertanamnya. Itu dilakukan secara bertahap. Air tanah sebenarnya tersedia, tinggal kita mengoptimalkan melalui sistem irigasi tanah dangkal, dengan sumur-sumur dan jaringan pipa,” imbuhnya.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dispertahut, M Aris Nugroho mengatakan, selain tanaman hortikultura, di sebagian lahan pesisir itu petani juga membudidayakan tanaman pangan berupa padi. Lahan yang biasa dimanfaatkan untuk pembudidayaan padi itu seluas sekitar 180 hektar di wilayah Desa Pleret dan Bugel, Kecamatan Panjatan.
“Pada awal musim penghujan sebagian kecil lahan ditanami padi oleh petani, sekitar 180 hektar. Jenis padi yang ditanam gogo, yang cocok untuk lahan kering,” ungkapnya.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dja’far Siddieq mengatakan, pertanian di lahan pesisir perlu dipertahankan karena merupakan sesuatu yang langka di dunia. Bahkan, di negara-negara Asia yang memiliki wilayah pesisir, tidak banyak yang bisa mengembangkan lahan pantai untuk pertanian.
“Masyarakat berhasil mengembangkan pertanian di sini dari lahan yang kritis dengan menggunakan teknologi kearifan lokal. Beberapa waktu lalu, persatuan irigasi sedunia juga mengagumi teknologi pengairan di lahan pesisir ini,” katanya.
Terkait rencana penambangan pasir besi di wilayah pesisir Kulonprogo, menurutnya, bijih besi yang ada, selama ini menjadi pengikat partikel-partikel tanah. Bila bijih itu diambil, dirinya mengkhawatirkan partikel-partikel tanah menjadi berongga dan akan terjadi interusi air laut. Kondisi itu bisa mengakibatkan air tanah di lahan pertanian pantai tidak lagi netral atau tawar.
No comments:
Post a Comment