BAGI sebagian masyarakat Jawa, burung perkutut mempunyai makna tersendiri. Konon burung ini bisa membawa hoki dan ketenteraman hidup pemiliknya. Terlepas dari itu, suara khas dari burung anggungan yang bernama latin Gleopelia striata ini memang mampu memikat para pecinta burung.
Dengan banyaknya penggemar perkutut, maka tidak jarang ajang untuk melombakan kualitas suara burung ini pun digelar. Untuk menghasilkan perkutut dengan suara yang bagus, para pehobi maupun penangkar perkutut harus berupaya menghasilkan perkutut yang berkualitas.
Seperti di Kulonprogo, upaya untuk terus meningkatkan kualitas perkutut pun dilakukan para penangkar dan pehobi. Ketua Koordinator Daerah Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (Korda P3SI) Kulonporog, Drs Mur Widadi mengatakan, upaya penangkar di Kulonprogo untuk meningkatkan kualitas perkutut selalu dinamis.
“Harus mengikuti perkembangan perkututan, seperti suara yang lagi tren bagaimana. Ini tantangan mem-breeding untuk menghasilkan perkutut yang lebih dari standar,” kata Mur Widadi di sela lomba perkutut piala Bupati Kulonprogo, belum lama ini.
Menurutnya kualitas suara perkutut antara lain dilihat dari irama dan dasar suaranya, baik di awal atau angkatan suara, di tengah, maupun di ujungnya. Dulu kebanyakan suara perkutut hanya empat ketukan saja atau biasa disebut engkel.
Namun sekarang tren berkembang hingga ada yang enam ketukan, ketek dobel enam ketukan, dan dobel plus atau tujuh hingga delapan ketukan. Bahkan ada yang sampai tripel ketukan atau sembilan ketukan.
“Di Kulonprogo ada 14 pehobi yang mem-breeding atau menangkarkan kutut. Kami selalu mengusahakan kualitas kutut di sini juga meningkat, upayanya antara lain dengan mencari indukan dan bapakan yang bagus. Sudah ada juga yang bisa menghasilkan kutut dobel plus,” ungkapnya.
Salah satu penangkar perkutut di Kulonprogo, Kadiri mengungkapkan, tidak ada kendala signifikan dalam menangkarkan untuk menghasilkan perkutut yang berkualitas. Kendala yang dihadapi hanyalah cuaca kurang bagus. Jika cuaca buruk maka menghambat penetasan telur. Kendala yang lainnya berupa penyakit, terutama cacingan, namun bisa diatasi dengan pemberian obat.
“Kalau mencari indukan gampang-gampang susah. Tapi kalau sudah ada persepsi yang sama dengan penangkar yang lain, itu tidak masalah,” ujarnya.
Mur Widadi menambahkan, selain meningkatkan kualitas burung perkutut dengan penangkaran, upaya memajukan dunia perkututan di Kulonprogo juga ditempuh dengan menggelar lomba. Dalam setahun setidaknya digelar sekali perlombaan. Seperti lomba perkutut Piala Bupati Kulonprogo yang diadakan Minggu (13/2) lalu di lapangan Kecamatan Pengasih.
“Ini rutin digelar setiap tahun, untuk kemajuan kutut di Kulonprogo. Juga mewujudkan kekompakan kung mania baik pehobi, penangkar, perajin sangkar, dan penjual pakan burung perkutut,” katanya.
Lomba itu diikuti 70 peserta. Selain dari Kulonprogo dan lingkup DIY, juga diikuti peserta dari Jawa Tengah seperti Kebumen, Cilacap, Magelang, dan Solo. “Ada juga yang dari Jawa Timur seperti dari Pacitan. Yang dari Bandung juga ada,” imbuhnya. -cahpesisiran utk suara merdeka-
No comments:
Post a Comment