Seperti yang saya lihat belum lama ini, salah satu elang jawa yang terampas kemerdekaannya dan harus terjerat dalam lingkaran pasar gelap.
Beruntung elang itu berhasil terselamatkan dan diserahkan ke Jogja Orangutan Center (JOC) di Kulonprogo oleh warga Bantul. Burung bernama ilmiah Nisaetus bartelsi itu kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel uji serologi untuk menentukan langkah konservasi yang akan dilakukan.
Elang jawa itu diserahkan ke JOC sepekan lalu oleh seorang pecinta satwa, Khusnun Irawan (22), warga Jalan Wonosari, Bintaran Wetan, Piyungan, Bantul. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta itu mengaku mendapatkan elang jawa tersebut dari perdagangan gelap di internet dengan harga sekitar Rp 1.500.000.
“Awalnya saya tidak tahu kalau itu satwa langka. Setelah saya cari informasi, populasi satwa itu tinggal sedikit bahkan kurang dari 400 ekor. Sehari kemudian, elang itu saya serahkan ke JOC karena mengetahui bahwa binatang itu langka, saya ingin ikut melestarikan saja,” katanya.
Khusnun menturkan, elang itu diantarkan ke rumahnya oleh pembeli setelah sepakat dengan harganya melalui penawaran di internet. Menurutnya, saat itu kondisi elang tersebut terlalu jinak dan ada beberapa helai bulu ekornya yang hilang.
“Saya iklas menyerahkan elang itu ke JOC untuk ikut melestarikan. Kalaupun saya pelihara juga berat di ongkos, jadi saya serahkan ke lembaga konservasi,” ujarnya.
Dokter hewan JOC, drh Dian Trisno Wikanti mengatakan, pemeriksaan medis awal tersebut diperlukan untuk menentukan langkah penanganan yang akan dilakukan apakah akan direhabilitasi untuk dilepasliarkan kembali atau dilakukan langkah lainnya. Pemeriksaan awal berupa pemeriksaan fisik meliputi kondisi badan, pernafasan, jenis kelamin, kondisi sayap, ekor, cakar, serta mata.
“Selain itu juga kami ambil sampel darahnya untuk sampel uji serologi, akan dicek di laboratorium apakah terinveksi virus AI (avian influenza atau flu burung) dan penyakit ND (tetelo) atau tidak,” katanya.
Menurut drh Dian, berdasarkan pemeriksaan fisik, elang jawa tersebut layak untuk dilakukan rehabilitasi agar kemudian bisa dilepasliarkan kembali. Elang berjenis kelamin jantan itu secara fisik kondisinya sedang dan tidak terlalu kurus serta nafsu makan dan pergerakannya bagus. Namun elang yang berusia sekitar dua tahun itu saat ini masih terlalu jinak dan bulu-bulu sayap serta ekornya agak rusak.
“Kalau uji serologi baru bisa diketahui hasilnya sekitar 1-2 minggu lagi. Jika ternyata terinveksi AI maka tidak bisa dilepasliarkan,” ujarnya.
Dian mengatakan, saat ini elang jawa tersebut masih dipelihara di kandang karantina. Jika nantinya secara fisik dan uji serologi lolos maka akan dipindahkan ke kandang konservasi. Elang itu akan dikondisikan agar perilakunya kembali normal dan siap dilepaskan kembali ke habitat alamiahnya. “Antara lain bisa dilepas di Merapi dan Merbabu,” imbuhnya.
Saat ini di JOC terdapat empat ekor elang dengan jenis berbeda yang sedang dilakukan konservasi, yakni elang hitam, elang ikan kepala kelabu, elang brontok, dan elang jawa.
Kepala Bagian Pengembangan Program JOC yang juga mantan direktur suaka elang Gunung Salak, Jawa Barat, Gunawan mengatakan, saat ini populasi elang jawa memang tinggal sedikit. Hal itu dikarenakan burung tersebut hanya bertelur sekali dalam dua tahun. Setiap kali bertelur hanya satu hingga dua butir dan rata-rata yang menetas hanya satu telur.
“Residu pestisida di alam juga menjadi penyebabkan penurunan populasi. Berdasarkan penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), populasi elang jawa di alam tinggal sekitar 500 pasang. Habitat elang jawa yang diidentikkan dengan lambang negara, burung garuda, itu di pegunungan yang masih mempunyai 75 % hutan alami,” imbuhnya. -cahpesisiran, utk suara merdeka-
No comments:
Post a Comment