Wednesday, April 21, 2010

Lebih 30 Tahun di Eropa

Keris Pertama Setelah Kemerdekaan Kembali Ke Jogja


SALAH satu keris bernilai sejarah dihibahkan ke Museum Sonobudoyo Yogyakarta oleh pemiliknya Dietrich Drescher, seorang pecinta keris berkebangsaan Jerman, Sabtu (9/4). Keris berjenis luk 13 dengan dapur parungsari itu dibuat oleh Empu Yosopangarso atas pesanan Dietrich Drescher pada tahun 1973.

Meskipun keris tersebut belum termasuk benda cagar budaya karena usianya yang relatif muda, tapi benda pusaka itu memiliki nilai sejarah karena merupakan keris pertama yang dibuat di Republik Indonesia pasca revolusi fisik 1945. Keris itu juga menandai bangkitnya kembali pembuatan keris di Indonesia pasca kemerdekaan.

“Pada zaman pendudukan Jepang, pembuatan keris banyak mengalami kemunduran. Pada masa itu pembuatan keris semakin surut karena situasinya tidak memungkinkan,” kata Sekretaris Paheman Memetri Wesi Aji (Pametri Wiji), Suhardoto, disela mendampingi Dietrich menyerahkan keris ke Museum Sonobudoyo.

Dietrich sendiri berpendapat bahwa keris itu dilahirkan di Yogyakarta, sehingga selayaknya untuk kembali ke Yogyakarta dan menjadi bukti sejarah atas peranan Yogyakarta dalam melestarikan budaya, khususnya budaya tosan aji. Museum Sonobudoyo dia pandang sebagai tempat yang paling tepat untuk menyimpannya.

“Sekarang saya sudah tua, dan kesehatan saya mulai menurun, sehingga saya berfikir mengembalikan keris itu ke Indonesia. Saya berpikir tempat terbaik adalah tempat dilahirkannya yaitu Yogyakarta, jadi saya mengembalikannya ke sini,” kata Dietrich.

Saat ini Dietrich mengaku masih memiliki 5 keris yang dibuat atas pesanannya dari logam meteorit, nikel, pasir Cilacap, dan pasir Luwu. “Saya juga berencana untuk mengembalikannya ke Indonesia,” imbuhnya. Bagi Deitrich, keris merupakan senjata yang paling cantik di dunia. Yakni dari bentuknya, memiliki pamor, dan tujuan utama pembuatannya yang bukan sebagai senjata pembunuh tetapi sebagai pusaka.

Di Museum Sonobudoyo, keris itu diterima oleh Kepala Museum Drs Martono, didampingi Kasi Koleksi Konservasi dan Prevarasi Dra Winarsih. Setelah penandatanganan berita acara penghibahan, keris itu selanjutnya akan disimpan dan dirawat menjadi koleksi Museum Sonobudoyo. “Museum sangat apresiate dengan penghibahan keris ini, ini juga merupakan bentuk pelestarian benda bernilai sejarah,” kata Martono.

Winarsih menambahkan, saat ini museum memiliki 43.618 koleksi. Setiap tahun, ungkapnya, selalu ada masyarakat yang menghibahkan benda koleksi ke museum. Tahun lalu hibah yang diserahkan ke Museum Sonobudoyo sebanyak 5 keris, 1 tombak, dan 1 naskah. “Tahun ini kami menerima hibah 6 keris. Benda-benda itu kami lakukan perawatan sesuai dengan jenisnya,” tambahnya.

Dietrich Drescher, dalam Ensiklopedi Keris karya Bambang Harsrinuksmo (2004), disebut sebagai orang yang berjasa besar dalam menumbuhkan kembali kehidupan dan tradisi ke-empuan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sekaligus membangunkan budaya keris yang telah “tidur” sejak zaman pendudukan Jepang. Pada sekitar tahun 1975 ia membangkitkan semangat Ki Yosopangarso di Godean Yogyakarta untuk kembali menempa keris.

Pada awalnya Yosopangarso sempat bingung karena ayahnya, Supowinangun almarhum, tidak sempat mewariskan pengetahuan pembuatan keris kepada dia dan adik-adiknya. Namun Dietrich Drescher terus memberinya semangat. Akhirnya dengan dibantu adik-adiknya, Genyodiharjo, Wignyosukoyo, dan Jeno Harumbrojo, Ki Yosopangarso berhasil lagi membuat keris. Peristiwa itu menjadi tonggak baru dalam sejarah perkerisan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, yang sejak zaman pendudukan Jepang tidak punya lagi pembuat keris.

Pada waktu itu, Dietrich Drescher adalah seorang kapten kapal bangsa Jerman yang tinggal di Freiburg, Jerman. Pada tahun 70-an kapal yang dinahkodainya mempunyai jalur pelayaran tetap ke Indonesia. Pekerjaan itu dijalaninya selama lebih enam tahun dan menyebabkan tumbuhnya cinta pada budaya Indonesia, terutama budaya keris. -cahpesisiran utk bernas jogja-

No comments:

Post a Comment