Wednesday, December 28, 2011

Warga Larung Uborampe ke Laut

Wujud Rasa Syukur pada Tuhan

LANGIT cerah membiru menaungi hiruk-pikuk warga Ring I Imorenggo, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo menggelar tradisi merti dusun. Kegiatan tradisi yang digelar warga pesisir dengan mengusung gunungan dan melarung ubarampe ke laut selatan itu berlangsung semarak.

Acara diawali dengan berkumpulnya warga sejak pagi pukul 08.00 di sekitar situs Pandan Segegek, Minggu (11/12). Di tempat itu, gunungan yang dibuat warga dari ketupat dan hasil bumi telah siap untuk diarak. Selain itu ada juga uborampe lainnya dalam jodhang berisi tumpeng, ingkung, dan jajan pasar.

Setelah mendapat persetujuan dari sesepuh masyarakat, kirab diberangkatkan menuju ke aula Transmigrasi Ring I Imorenggo yang berjarak sekitar 500 meter. Berada di barisan terdepan enam perempuan yang membawa keranjang bunga mawar, diikuti pembawa songsong (payung), pengusung gunungan, dan pengusung jodhang.

“Merti dusun ini sebagai bentuk doa warga kepada Tuhan agar dijauhkan dari dampak-dampak alam dan perilaku manusia sehingga tercipta kesejahteraan. Kami juga ingin memupuk dan melestarikan budaya Jawa yang akhir-akhir ini tergeser budaya kebarat-baratan,” kata sesepuh warga, Sudarwanto (37).

Sesampai di aula, rangkaian tradisi itu dilanjutkan dengan doa bersama. Dalam kesempatan itu sekaligus dilakukan penyerahan bantuan dana stimulant Rp 25 juta dari pemerintah pusat melalui Pemkab Kulonprogo kepada masyarakat Imorenggo untuk pengembangan Desa Wisata Agrobahari.

Prosesi dilanjutkan dengan mengusung gunungan dan uborampe menuju tepi pantai dengan iringan Gending Raja Swala, Pariwisata, dan Prau Layar yang dimainkan oleh kelompok kesenian warga. Ratusan warga Imorenggo beserta warga sekitar dan para pengunjung pun langsung menuju ke arah pantai untuk mengikuti proses melabuh atau melarung uborampe.

Sesepuh yang sekaligus juru kunci Pandan Segegek kemudian menghanyutkan uborampe berupa enam jenis jenang yang diwadahi besek (anyaman bambu) ke laut selatan. Warga dan pengunjung langsung bersiap memperebutkan gunungan yang sebagian mempercayai bila mendapatkan bagian dari gunungan itu akan membawa keberkahan.

Namun tidak seperti labuhan di tempat lainnya, ternyata gunungan diusung kembali ke aula dan baru diperebutkan di sana. Begitu sampai, sontak warga dan pengunjung berdesak-desakan berebut untuk bisa mendapat bagian dari gunungan.

“Saya datang ke sini dan menunggu sejak jam 07.00 tadi, ingin dapat gunungan. Ini saya dapat kupat, terong, dan pare, untuk dimakan. Semoga mendapat rejeki,” kata Surati (50) warga Dusun XV, Karangsewu.

Menurut Sudarwanto, sesaji atau uborampe yang diarak dalam merti dusun itu hanya sebagai bentuk mengemas budaya Jawa sebagai seni. Sedangkan permohonan warga tetap ditujukan kepada Tuhan. Prosesi labuhan atau melarung uborampe ke laut dilakukan karena laut merupakan muara dari semuanya.

“Sehingga semua apa yang menjadi kendala, kami simboliskan dibuang ke laut. Jenang yang dilarung enam macam, antara lain jenang burabari, jenang gecok, dan jenang poncowarno. Tadi gunungan tidak diperebutkan di laut karena untuk menjaga keamanan dan agar makanan tidak kotor,” imbuhnya.

Acara itu antara lain dihadiri oleh Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Riyadi Sunarto, Kabid Kebudayaan Disbudparpora Joko Mursito, dan Camat Galur Jazil Ambar Was’an. Acara merti dusun itu digelar sekaligus untuk memperingati Hari Bhakti Transmigrasi yang jatuh setiap 12 Desember.

“Ring I ini telah berusia 7 tahun (dari program transmigrasi) dan berbagai program pemerintah telah dijalankan. Kita berharap transmigrasi bisa menjadi alternatif pemecahan masalah kemiskinan dan pengurangan pengangguran,” kata Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, dalam sambutan yang dibacakan Riyadi Sunarto.

Sementara Camat Galur Jazil Ambar Was’an mengatakan, digelarnya kegiatan tradisi merti dusun tersebut akan memberi manfaat sebagai ajang silaturahmi antar warga masyarakat dan dengan pemerintah daerah. Selain itu juga bisa mendukung pengembangan pariwisata di wilayah Kecamatan Galur. -cahpesisiran, utk suara merdeka-

Isi Liburan Sekolah dengan Cari Pasir

CUACA terik dengan udara yang panas tak membuat belasan anak di Dusun Karang, Desa Tuksono, Sentolo, Kulonprogo, enggan jalan kaki beramai-ramai menuju sungai yang berjarak beberapa ratus meter dari rumah mereka.

Pagi menjelang siang itu, Jumat (23/12), mereka sengaja pergi ke tepian Sungai Progo untuk membantu orangtua mereka mencari dan mengumpulkan pasir untuk dijual. Memang tidak setiap hari mereka bisa membantu orangtua mencari pasir, karena harus belajar di sekolah.

Maka waktu luang di masa liburan sekolah ini akhirnya mereka manfaatkan untuk membantu orang tua. Berangkat dari rumah, mereka telah menyiapkan enggrong atau alat untuk mengeruk pasir dari dasar sungai. Mereka berkumpul di rumah salah satunya dan kemudian baru berangkat bersama-sama.

Selama di perjalanan menuju sungai tak jarang gelak tawa mereka terpecah karena candaan diantara mereka, khas keceriaan anak-anak. Begitu sampai di tepian sungai mereka langsung berlari kecil diatas pasir yang terhampar.

Seolah tak sabar, mereka langsung masuk ke tepi sungai yang berair dangkal. Segera mereka mengeruk pasir dari dasar untuk dinaikkan dan ditumpuk di tepi sungai. Tak jauh dari situ, beberapa truk terparkir menunggu muatan terisi penuh oleh pasir.

Sejumlah orang dewasa juga tampak mengambil pasir dari dasar sungai yang lebih dalam, dan sebagian lagi memasukkan pasir yang telah tertumpuk ke dalam bak truk. Tak ingin kalah dengan para orangtua, anak-anak pun berusaha mengeruk pasir lebih cepat, sambil tetap bersenda gurau diantara mereka.

“Kami ikut ke sungai untuk mengisi liburan sekolah. Cari pasir di Sungai Progo, membantu orangtua. Hasilnya untuk tambah biaya sekolah,” kata Niko Akbar Arfianto (10), siswa kelas V, SD Kalisono.

Niko yang bercita-cita menjadi tentara itu mengaku tidak takut hanyut saat mencari pasir di sungai. Sebab dia dan teman-temannya yang bersekolah di SD Kalisono dan SD Kalikutuk itu memilih tempat di tepi sungai yang airnya tidak dalam.

Meski hasil yang didapat hanya belasan ribu, tapi Niko dan teman-temannya mengaku senang bisa mencari pasir untuk membantu orangtua mereka. “Kalau tidak mencari pasir, kalau libur hanya main saja, main sepakbola. Ini membantu bapak mencari pasir,” imbuh Yahya Burhanudin Rifai (8), salah satu anak yang lain. -cahpesisiran, utk suara merdeka-