Sunday, January 18, 2009

Rintisan Saat Respons Pasar Kurang Bagus

Salah satu petani pembudidaya gula semut yang menjadi perintis di Kulon Progo adalah Sugiyo. Ia mulai membuat gula semut pada tahun 1985. Namun setelah berjalan dua tahun, pada 1987 ia memutuskan untuk menghentikan produksi.


“Tanggapan pasar waktu itu belum bagus, sehingga saya berhenti,” ungkap warga Penggung, Hargorejo, Kokap, Kulon Progo tersebut. Namun sepuluh tahun kemudian setelah harga gula pasir (gula tebu) mengalami kenaikan tinggi, ia pun kembali memproduksi gula semut pada 1997.


Bekerja keras memulai usaha dari nol pun harus dijalani. “Ibaratnya seperti mendidik dari bayi baru lahir sampai sarjana,” ungkap peraih penghargaan ketahanan pangan dari presiden SBY tahun 2007 tersebut. Sugiyo kemudian membentuk kelompok Sumber Rejeki yang saat ini beranggotakan 22 petani di desa Hargorejo dengan sistem plasma-inti. Total luas lahan mencapai sekitar 60 hektar dengan kapasitas produksi 6 hingga 8 ton per bulan.


Selain dalam negeri, pemasarannya telah mencapai Amerika Serikat melalui Jaringan Petani Kulon Progo (Jatirogo). “Sebenarnya sebelum sertifikat dari control union Belanda keluar, saya sudah bisa menembus pasar Amerika dan Jepang. Pada waktu mengambil produk, konsumen melakukan uji mutu. Dan produk saya bisa lolos walaupun waktu itu belum bersertifikat,” ungkap Sugiyo yang juga menjadi Community Organizer Jatirogo di kecamatan Kokap. Sedangkan pemasaran dalam negeri meliputi Yogyakarta, Jawa Tengah, Jakarta, Riau, dan Bali.


Untuk bisa menembus pasar Amerika dan Jepang, ungkap Sugiyo kualitas memang harus benar-benar baik. “Dengan kondisi alam pegunungan, gula kelapa secara otomatis 90% sudah organik, tinggal pengelolaan dan pengolahannya harus benar-benar bagus,” imbuhnya. Dalam proses produksi, Sugiyo lebih memilih menggunakan bahan bakar kayu. Selain pemanfaatan sumber energi terbarukan juga lebih alami. Untuk menjaga kebersihan dapur, ia membuat tungku dilengkapi dengan cerobong asap. Dengan begitu asap pembakaran bisa terbuang keluar dan tidak mengotori dapur produksi.


Disamping memproduksi gula semut natural tanpa campuran, Sugiyo pun melakukan inovasi produk dengan menambahkan sari empon-empon (rempah-rempah), seperti jahe, kunyit, dan kencur. “Selain memberi rasa khas juga mempunyai khasiat sesuai kandungan empon-emponnya,” kata lelaki yang juga meraih piagam penghargaan dari Muri sebagai pembuat gula kelapa terbesar berukuran tinggi 3,5 m diameter 3 m, berat 3 ton, pada tahun 2002 tersebut. Tidak hanya itu, pengembangan produk pun dilakukan dengan memproduksi juga Virgin Coconut Oil (VCO) dan sirup empon-empon.


Pengembangan usaha gula semut yang ia lakukan, ungkap Sugiyo, tidak semata-mata untuk kepentingannya sendiri. Ke depan ia berharap usahanya bisa lebih memberdayakan masyarakat banyak hingga dapat meningkatkan taraf hidup, pendapatan, dan pengembangan ketrampilan masyarakat. “Sukur-sukur bisa membantu program pemerintah mengentaskan kemiskinan,” pungkas lelaki yang menekankan pentingnya kejujuran dan moral pada para angota kelompoknya tersebut. –cahpesisiran utk majalah saudagar-

No comments:

Post a Comment