Tuesday, September 16, 2008

Desa Pahat Batu Tamanagung

Dari Memugar Borobudur Sampai Cobek dan Lampion

Awalnya ragu-ragu, takut dilarang. Juga takut dosa. Tercatat ada 800 pemahat dan pengusaha pahat batu. Selera turis lokal dan turis asing berbeda. Bisa kesulitan bahan baku batu.


BERADA di antara Gunung Merapi dan Candi Borobudur memberi keuntungan tersendiri bagi warga Dusun Prumpung dan Dusun Tejowarno, Desa Tamanagung, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Dari semula hanya sebagai tempat transit bahan baku pemugaran Borobudur, kini jadi sentra kerajinan pahat berbahan dasar batu.


Pusat kerajinan batu di dua dusun itu, konon dirintis Salim Joyopawiro. Dia yang sempat dipekerjakan Theodoor Van Erp untuk memugar Borobudur sekitar tahun 1930 itu, punya ide mengolah kerajinan batu sendiri. Kisah itu diungkapkan Doelkamid Djayaprana, putra Salim yang sesepuh perintis kerajinan pahat batu di desa tersebut tahun 1953. Jarak Borobudur--Prumpung--lereng Gunung Merapi, masing-masing sejauh 13 km.

Djayaprana bersama saudaranya, Ali Rahmad dan Kasrin, memulai memahat batu berbentuk kepala Budha mencontoh dari patung di Borobudur. Pada awalnya rada takut-takut. “Waktu itu masih ragu-ragu apakah boleh atau tidak, dosa atau tidak. Akhirnya, kami nekat mencoba dan ada juga yang beli, pedagang dari Sumatera,” kenang Djayaprana.

Waktu itu, arca kepala Budha dihargai Rp 150. Berawal dari situ, peraih penghargaan upra pradana dan upakarti ini mendirikan sanggar pahat batu Sanjaya tahun 1960. Usahanya kian berkibar tatkala dapat support Jenderal Gatot Subroto dalam kreasi berbagai bentuk pesanan berupa gapura batu. Sukses.

Warga pun ramai-ramai ngangsu kaweruh pada Djayaprana bersaudara. Tidak hanya di Prumpung, kerajinan pahat batu pun berkembang ke dusun-dusun lain di Tamanagung, dan bahkan ke desa sekitar. “Sekarang sekitar 5 km lingkar jalan di Muntilan-Borobudur-Magelang terdapat kerajinan pahat batu. Ada sekitar 800 pemahat dan pengusaha dari yang muda hingga tua,” papar Djayaprana yang masih menjalankan usaha bersama puteranya.

Dalam perkembangannya, segala model pun diwujudkan. Misalnya, miniatur candi, patung antik Wisnu dan Siwa, dan peralatan dapur dari cobek, ulekan, meja kursi batu, lampion, air mancur, gapura klasik, relief, hingga patung Budha, Hindu, gupala, dan ganesha. Jenis yang paling banyak diminati pembeli, menurut Djayaprana, adalah motif-motif kuno seperti duplikat candi, serta motif Hindu dan Budha.

“Tapi akhir-akhir ini banyak yang beralih ke desain-desain baru, seperti pot-pot untuk air mancur, bunga, dan bentuk binatang,” kata lelaki yang menyimpan dokumentasi lebih dari 10 ribu foto proses perkembangan pahat batu dari tahun 1961 hingga sekarang. Pesanan mengalir dari Bandung, Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan sekitarnya. Bahkan dari Australia, Amerika, dan Malaysia.

Belakangan, Desa Tamanagung dikonsep sebagai desa wisata. Di wilayah seluas 306,8 hektare ini akan dikembangkan sentra display berbagai produk kerajinan pahat batu. Juga fasilitas pendukung seperti taman, area parkir, dan angkutan shuttle untuk mengantarkan wisatawan berkeliling melihat kegiatan memahat.

Meski belum pernah diajukan secara resmi kepada pemda setempat, rencana itu telah dibicarakan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. “Dengan menjadi desa wisata, jelas meningkatkan perekonomian warga,” kata Sekretaris Desa Tamanagung, Sutikno.

Saat ini, dengan jumlah penduduk 9.160 jiwa, mata pencaharian utama adalah pahat batu, petani, dan pedagang. Para pelaku kerajinan pahat batu terwadahi dalam klaster, yang berperan dalam mengkoordinasikan para anggota terkait bahan baku dan supplier, proses produksi dan permintaan pasar, serta keterlibatan sektor pendukung seperti perbankan, riset dan asosiasi bisnis. Setidaknya ada 35 perajin yang tergabung di dalamnya.

Misalnya, Bu Zaenal, pemilik Sanggar Zenvin yang tiap bulan minimal membuat dua patung. Namun, jika ada pesanan dari Australia dan Amerika terkadang hingga mencapai satu kontainer. Para wisatawan itu menyukai model patung-patung klasik seperti Budha, Dewi Sri, dan Dewi Tara. Sedangkan wisatawan domestik lebih berselera pada patung klasik ataupun kreasi baru berupa lampion.

Nyonya Zaenal tidak melakukan pemasaran secara khusus. Ia hanya men-display pahatan batu di sanggarnya di tepi jalan utama Yogyakarta – Magelang. “Kondisi saat ini agak sepi. Ramainya musiman dan tergantung pesanan,” ungkap wanita kelahiran 35 tahun lalu tersebut. Jika sedang banjir pesanan, sebulan omset bisa sampai Rp 100 juta. Bu Zaenal dibantu 10 orang pemahat yang bekerja borongan. Harga bervariasi mulai Rp 15 ribu untuk cobek, patung berukuran 50 cm seharga Rp 400 ribu, dan patung berukuran tiga meter senilai Rp 35 juta.

Masing-masing sanggar menentukan sendiri harganya. Tergantung kualitas patung. “Hasil pengerjaannya kan berbeda-beda, ada yang halus, ada yang kurang,” ungkap Priyono, 44 tahun, pemilik Sanggar Indraprasta. Saat ini persaingan makin ketat. “Karena hampir 70% warga Muntilan menjadi perajin atau pengusaha pahat batu. Banyak bermunculan sejak tahun 1990 hingga 2000-an,” ungkap ayah empat anak yang berusaha sejak 1985 itu.

Priyono cukup memajang produknya di pinggir jalan, dan hanya beberapa kali ikut pameran. Ia biasa menerima pesanan dari Jakarta, Semarang, Jepara, Yogyakarta, dan kadang ada turis asing yang membeli patung secara langsung. “Sejak 3 tahun ini, sering mendapat pesanan relief model Borobudur,” kata Priyono, di sela kegiatannya memahat patung.

Harga penawaran bervariasi. Lampion, misalnya, Rp 100 – 500 ribu tergantung model dan ukuran. Relief Borobudur per meter persegi Rp 1 – 1,5 juta. Patung gupala berukuran 80 cm seharga Rp 1,5 juta, dan yang berukuran 1 meter senilai sekitar Rp 4 juta. Selagi memahat, “Turis juga melihat proses memahat patung di sini. Ada pula turis asing yang mengambil foto-foto proses memahat,” kata Priyono.

Karya, 36 tahun, misalnya, seorang karyawan swasta di Jakarta yang sedang seminar di Yogya, menyempatkan mampir ke Tamanagung. “Kerajinan pahat batu di sini bagus, menarik,” ungkapnya.

Ia bersama dua temannya datang untuk mengambil pesanannya model patung Hindu seharga Rp 600 ribu sebulan lalu. Kendala yang dihadapi adalah transportasi. ”Mengangkutnya agak repot,” ia menambahkan. -cahpesisiran, telah diedit utk majalah saudagar-
nb: data sejarah, Van Erp memimpin pemugaran 1907 - 1911

Baca juga: Desa Pahat Batu Tamanagung (II)

32 comments:

  1. klo patung replika arca buddha masih jadi trend neh, banyak dijual di bali di batubulan sukawati, tp gak tau pengrajinnya dari Jawa apa lokal sini. Lukisan tema Buddha juga banyak... koq jadi promo seh?!

    ReplyDelete
  2. wah... di jogja arah ke magelang byk pemahat patung gitu... bagus2 juga

    ReplyDelete
  3. he..he..patungnya kok gemuk pendek kayak aku ya?masih ada yang mau sama aku gak nih ya?hue...he...

    ReplyDelete
  4. ntu patung mirip yang di dekat rumah acy,he3x :)

    ReplyDelete
  5. kasian banget ya para pematung itu...

    knapa g dijadiin obyek wisata dan ciri khas Indonesia ya

    ReplyDelete
  6. wuih.. si Om.. postingannya lengkap banget deh.. kaya ahli sejarah... Siip deh..

    ReplyDelete
  7. reply
    @ indonesiadua: ayo dipilih dipilih dipilih patungnya dipilih.. haha ikutan promosi.
    @ lyla: iya bagus2 juga, tp sptnya itu muncul belakangan setelah yg di tamanagung itu.
    @ dian: aku mau..!!! *sambil tunjuk jari tingii tinggi* huehuehue..
    @ acy: wah jangan2 sodaranya tuh..
    @ aan: iya tuh, sebenernya bisa jd ciri khas Indonesia ya..
    @ Mama Shasa: hehe makasih ma. ga mau ah spt ahli sejarah, ntar kepalaku botak. whekkekekek.. bwt ahli sejarah, maaf ya cuma bcanda kok.

    ReplyDelete
  8. mantep tenan tulisannya....
    majalah saudagar redaksinya dimana mas? sebulan sekali atau gimana?...

    mas orang redaksi ya?

    ReplyDelete
  9. kerajinan patung di daerah borobudur emang bagus.. pahatannya halus.. tapi, masalahnya, sy ga mungkin gotong patung budha ke jakarta naik kreta :P

    ReplyDelete
  10. bunda wktu kuliah pernah kesana, kangen liat fotonya pengen pencet idung patungnya

    ReplyDelete
  11. om, belajar bareng bikin patung yuk

    ReplyDelete
  12. emang disini tempat kursus bikin patung ya.. hue

    ReplyDelete
  13. Indonesia memang mempunyai banyak kebudayaan yang menjadi kebanggaan kita selaku bangsa...semoga orang2nya selalu tergerak untuk melakukan perlindungan dan pelestarian terhadap kebudayaan2 tersebut, amin. :)

    ReplyDelete
  14. jadi ingat jaman dulu klo cc ma teman2 kost mo maen ke magelang, pasti banyak ngelewatin para pemahat ini..

    deuhh jadi kangen euy pengen balik ke jogja ;)

    ReplyDelete
  15. cinta budaya nih cah pesisiran...salut
    mari merdekakan budaya negri sendiri...

    ReplyDelete
  16. kk..yup i luv patung2 :X
    kk di pernah aku ke jogya ga' tahu daerah mana,bukan patung dr pahatan juga..dr akar bambu art bngtt...

    kk ada inpo dr teko kecil2,kemarin aku lihat di blog sapa aku lupa linknya..itu juga ga' tahu daerah mana :D

    nice inpo kak aku suka bngtt ama..alam N hasiL seseorg..jiwa seni bngtt

    ReplyDelete
  17. wuih sangar kerajinannya yah, klo kerajinan batu di martapura sini masih kalah deh kayaknya. terutama dalam hal seninya. hehe

    ReplyDelete
  18. naza untung puasa ...kalo nggak pasti hari ini fotonya bisa buat ngganti foto disini

    ReplyDelete
  19. mau donk dikirim satu ke rumah
    tapi yang super duper mini
    ada nggak ya??
    *mikir serius*

    ReplyDelete
  20. mmm...seperti biasa,postingannya selalu lengkap dan detail.Two thumbs up!!Keren banget yah pahatannya.O iya, ada award buat kamu di blog saya.Diterima yah...

    ReplyDelete
  21. kira2 kenal tukang pahat yang murah gak? aku mau bikin patung ngatini ah..trus dijual, sukur2 ada yang ngerebutin,..

    ReplyDelete
  22. reply
    @ antown: matur nuwun mas. iya sebulan sekali, redaksinya di solo (kawatan) dan di jogja (samirono).
    @ dee: haha.. eh beli yg kecil jg ada kok
    @ bunda rierie: dl kul di jogja to bun.. jgn2 kakak tingkatku. halah. eh jangan dipencet ntar patungnya marah lho bun, dipukul pake pentungan lho.
    @ ipanks: hehe jadinya kaya' apa ya kira2..
    @ benny: klo mo daftar boleh kok di sini. tapi setelah lulus bisa bikin patung atau gak, gak jamin deh.. ha2
    @ nandien: iya semoga ya, amin.
    @ unieq: kan mo libur lebaran tuh, maen aja ke jogja.. sekalian ntar bersalam salaman ma patung2

    ReplyDelete
  23. reply
    @ rofi: iya cinta mati deh pokoknya.. huehehe..
    @ gelly: kalau yang dari akar bambu itu aku banyak melihatnya di jalan jogja solo, dah masuk wilayah klaten. klo yg teko kecil2 aku juga pernah liat di blog, kalo ga salah blog cemolex kali ya aku aga2 lupa jg. makasih ya d gelly
    @ cumie: mau dong aku di kirim yg dari martapura.. *ngarep gratisan*
    @ naza: hahaha.. emang naza ndut gitu??? bisa aja nie
    @ cerita senja: eh ada kok yg mini, beneran, seukuran kenggaman tangan ada.
    @ ivana: makasih.. waa.. dpt award! ok diterima dunk makasih makasih.. *sambil jingkrak2* halah
    @ ngatini: mau bikin patung ngatini? aku nginden ya, pesen duluan.. hahaha..

    ReplyDelete
  24. aku gak tahu ,sekarang harus kemana lagi aku berlari dan menghindari orang itu. kayaknya ia gak cukup puas nyakitin, dan menfitnah aku habis2an. sekarang, dia sedang berusah amenghancurkan hidupku dengan cara yg lebih kejam. swer mas...aku gak tahu lagi harus berbuat gimana?dian putus asa!

    ReplyDelete
  25. sampai segawat itu kah?
    tp kupikir, lebih baik dian ga usah terlalu merasa tertekan dengan apa yg dia lakukan, jangan pula terbawa emosi. karena mungkin hal itulah yg dia inginkan. kalau dian bereaksi biasa2 n cuek2 aja (spt tidak terpengaruh), justru dialah yang akan capek sendiri "nyakitin" dian.
    jangan putus asa dian, yakinlah juga Tuhan tidak memberikan cobaan melampaui batas kemampuan manusia.

    ReplyDelete
  26. @senja:..wekekekek..maunya gratizzz aja..xixixixi..mending kasih gantungan kunci aja kang..ato kunci doang juga bisa..hehehe..

    @Kristina Dian Safitry: wah mba..??kenapa tuh..??aduhh..masalah pacarkah..??yang waktu ini..ato laen..[halah kok aku ikut campur yah]

    aku dukung mba dian aja dehhh..semangat mba..jgn putus asa..pst ada jalan..nasehatnya kang cahpesisiran sepertinya hrs mba dian pertimbangkan lohh..bener tuh..!!

    wah..ini pasti survey langsung yah si akang..hehehe..lengkap ampe se-harga-harganya ada..hehehe..

    ReplyDelete
  27. makasih ya mas and bloger adicter. problemku masih seputar cowok yang aku ceritain waktu itu. entah aku harus berbuat gimana lagi sekarang. udah putus tapi masih membuntutiku dengan caranya yang sungguh keterlaluan.

    and maapin, aku lom berani nulis apa2 di SB.dampaknya sangat buruk jika ketahuan.dan aku hanya bisa buka blokku untuk umum jika aku sedang ol blog.

    ReplyDelete
  28. reply
    @ blogger adicter: iya tuh senja maunya yg gratisan aja, ntar deh ku kasih kunci jawaban soal ujian. ha2..
    iya, harus survey dan datang langsung ke lokasi. kalo tau harganya kan ntar bisa terima pesanan via onlen di sini.. hwakakakkak..
    btw, yuk kita galang dukungan bwt mbak dian yuk... hehe *spt capres dari parpol aja*

    @ kristina dian:
    sama2. sampai segitunya ya si dia, mending dicuekin aja. tetep semangat ya, dan jangan lupa berdoa. semoga masalahnya ga berlarut-larut lagi deh. amin. oya, ini kan mendekati lebaran, mungkin masalah itu bs kalian bicarakan baik2 utk cari penyelesaian terbaik bwt kalian berdua.
    o iya, maap ya, sekedar kasih masukan aja kok, bukan bermaksud ikut campur. ok, gpp ga ninggalin jejak di SB, semoga cpt terselesaikan masalahnya ya.

    ReplyDelete
  29. belum pernah ke jogja,kapan bisa kesana ya?

    ReplyDelete
  30. wah boleh juga neh kalo lebaran

    btw ada parcel neh mas buat sampeyan :D

    http://mbah13.blogspot.com/2008/09/butterfly-10.html

    ReplyDelete
  31. reportingnya mantabs..perlu belajar banyak neh..

    ReplyDelete
  32. reply
    @ perempuanmenangis: jika ada waktu, silahkan mampir ke jogja neng. jangan nangis lagi ya..
    @ ryan: waa.. makasih parcelnya.. dah dikerjain tuh di atas
    @ gus: makasih bang.. saya juga masih belajar nie..

    ReplyDelete